Ara menggeliat di dalam selimut biru bermotif minion;kartun dengan mata satu dan kacamata yang besar serta identik dengan percampuran kuning dan biru. Katanya Minion serupa dengan dajjal, waktu itu Ara ribut dengan teman yang menghina boneka kesukaannya itu. Mentang-mentang matanya satu, temannya menjudge bahwa minion adalah gambaran dajjal dalam bentuk lucu.
Ia menguap dan beberapa kali mengucek matanya. Dapat ia rasakan tekstur kasar dari ujung matanya. Sudah di jamin ini adalah beleknya.
Samar Ara memperhatikan punggung dengan layar laptop yang menyala. Lalu Ara bangun dan duduk dengan kaki yang bersilah. Merentangkan kedua tangannya dan membunyikan jari-jari tangannya. Sengaja suaranya di tinggikan agar Iris menatapnya. Setidaknya menawarkan susu seperti biasanya. Atau sebagai aba-aba bahwa dirinya sudah bangun.
Matanya menatap lurus jarum jam yang masih menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Hoammmm." Mulut Ara terbuka lebar. Seakan mengundang lalat untuk berdatangan dan rebahan di rongga mulutnya jika tidak segera ia tutup.
"Kebiasaan banget masih pagi udah nulis,"decak Ara menyindir Iris yang tak bergeming meski Ara berusaha mencuri perhatiannya. Iris yang masih terlihat nyaman dengan jari yang menari di atas keyboard laptopnya. Bahkan hadir Ara tidak di anggap sama sekali. Ara terka di dalam pikiran Iris hanya ada satu tulisan yakni deadline naskah novelnya. Ia harus menuntaskan jurnal cerita sebelum bulan ini berganti.
"Udah sampai halaman berapa kak?"tanya Ara basa basi.
"Krik krik."
"Kacang rebus jagung manis!"
Ara berusaha keras menyindir Iris. Satu hal yang dunia harus ketahui;jika seseorang sedang melakukan hobby dan kesenangannya maka ia akan lupa siapa nama presiden negaranya.
Atau titik parahnya ia lupa; siapa namanya berapa umurnya,siapa yang melahirkannya.
Ara sudah meriset hal tersebut di dalam diri Iris.
Jika Iris sudah berpacaran dengan naskah atau jurnalnya maka dengan sangat hormat kalian semua harus menjauhinya. Lalat saja takut untuk mendekati Iris. Pernah sekali, Ara iseng mengganggunya, maka makalah dengan seratus lima puluh halaman melayang menghantam tubuh Ara. Bukannya meminta maaf, Iris malah membanting pintu kamar dan pergi ke benua antartika, tidak lupa dengan laptop yang dibawanya.
Bahkan saking mencintai dunia literasi,wanita itu kerap sekali lupa dengan makan siangnya dan melewatkan jam sarapannya sekali pun ia sedang menulis di sebuah restoran, kafe. Ia hanya tidak lupa memesan minum sebagai jaminan agar tidak di usir oleh pemilik resto.
Beginilah kehidupan seorang penulis, sifat extrovert akan berubah menjadi introvert jika sedang menulis. Ara sedikit mengerti perihal dunia kepenulisan sejak ia mengenal Iris . Dulu Ara kira buku-buku yang berisi cerita yang tersebar di toko buku, perpustakaan, pasar dan blog-blog di internet hanyalah kacang goreng.Tinggal menulis apa yang terjadi.
Namun nyatanya banyak sekali trobosan baru yang harus penulis lakukan. Seperti merubah kalimat demi kalimat agar tulisannya lebih memiliki makna. Mengemas kata. Mengolah data. Menyusun rangkaian cerita.
Apalagi riset. Beuh.
Sudahlah!
Otak Ara tidak ingin memikirkan hal itu. Baginya menjadi pembaca saja sudah lebih dari cukup. Biarkan cahaya Ilahi yang bakal menuntutnya untuk bisa menulis--nantinya.
"Kak? Bulan depan lebaran,loh,"ujarnya mendekat ke arah Iris. Ara meneguk air mineral milik Iris. Beruntungnya Iris tidak memiliki sakit yang menular, jadi sah sah saja memakai sesuatu miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara dan Sean
Romance(END) Bertemu dengan Sean yang notabenenya jutek, aneh, tidak bisa di tebak, kadang manis buat diabetes tapi tetap datar dan kalau bicara pedas--ngalahin sambalado masakan emak. Ara si wanita pecicilan, petakilan dengan suara toa-nya tidak pernah me...