2. Hopelist

1.4K 126 25
                                    

Holla, sebisa mungkin aku bakal update sehari sekali ya. Kalo ingkar, tolong spam koment. Tegur terus ya 😍 takut kalian lupa, barangkali! Mending tekan bintangnya dulu deh ya baru baca 😂 kan kita gak terlepas dari yang namanya lupa, khilaf. Nah, sebelum khilaf tekan ya. Koment juga!! Aku butuh saran kalian 😙
.......
🌺🌺

Setelah melakukan aktivitas rutin di rumah sakit, Iris mengantar Ara kerumahnya. Si anak orang berada yang lebih tampak seperti gembel ini enggan untuk pulang. Yang lebih betah nginap di kamar kost-kostan Iris.

Rumah megah di depannya ini seharusnya menjadi tempat pulang namun berubah fungsi sejak isinya berubah. Rumah yang tidak layak lagi untuk di sebut sebagai tempat untuk pulang dari lelahnya kehidupan di luar karna isinya hanyalah sepi dan senyap.

Rumah yang dulunya penuh canda dan tawa namun berubah sejak beberapa tahun belakangan. Rumah yang dulu hangat dan setiap sudutnya menyuguhkan romansa namun semuanya sirna. Bahkan mata Ara sangat asing menatap area rumahnya. Dia lebih akrab dengan ruang sepetak yang Iris sewa di daerah Salemba.

Ara berada di posisi lebih baik tidak punya orangtua sama sekali. Punya pun seperti tidak memiliki. Ia lebih ingin menjadi anak yang tiba-tiba lahir tanpa ayah dan ibu. Namun lagi-lagi ia tidak boleh begitu. Lagi-lagi ia harus diingatkan bahwa surga ada di bawah telapak kaki ibunya. Dan restu kehidupannya ada di telapak tangan ayahnya.

"Non Ara,"sapa wanita paruh baya saat melihat anak dari majikannya itu kembali.

Ara tersenyum "Dimana bi?"tanyanya.

"Tuan dan nyonya sudah tiga hari tidak pulang. Katanya tugas di luar kota non,"jawabnya seakan mengerti maksud dari pertanyaannya.

Ara hanya ber-oh-ria. Lagi pula jawaban apa yang di harapkan oleh Ara? Akan selalu begini. Ara tidak pulang berbulan-bulan pun mereka tidak akan tau, toh,mereka pun sama.

"Mau Bibi buat minum apa non?"

"Gak usah Bi,"Iris menyahut.

"Ara udah gede, biar dia ambil sendiri Bi,"kekeh Iris.

"Tidak masalah non. Ini kan tugas bibi,"lanjutnya.

"Gak perlu Bi. Kita ke kamar dulu ya,"ucap Ara.

Iris mengelus pelan lengan Ara, berharap tenang menjalar ke tubuhnya. Ia harus kuat, Ara tidak boleh melemah. Setidaknya ia harus tetap berdiri di tengah perih yang ia rasa.

"Tidur gih,"titah Iris. Ara menggeleng.

Iris mengedarkan pandangannya pada kamar bercat pink ini. Tak sengaja matanya bertatap pada figura dirinya dengan Ara. Ia mendekati figura berbingkai putih itu, pikirannya kembali berkelana.

Ara bukanlah adiknya, namun pertemuan yang di rancang semesta menjadikan mereka enggan untuk berpisah, mengalahkan ikatan saudara sedarah.

Iris berjalan di lorong serba putih, membawa buket bunga dan boneka minion. Iris rutin menjenguk anak-anak istimewa yang di percayakan Tuhan untuk mengidap sakit kanker. Tanpa sengaja matanya menangkap seseorang yang sedang duduk di taman, di atas kursi roda yang sudah di hiasi balon. Tak ada yang menemani bahkan suster pun tidak turut menjaganya.

Iris mendekat "hai,"sapa Iris di depannya.

Wanita itu diam. Iris kembali mencoba "mengapa wanita cantik seperti mu sendirian di sini?"ujar Iris hangat.

Tak pudar senyum dari wajah Iris.
Nihil, hanya suara angin yang berbicara. Apa anak ini bisu?Batin Iris.

"Kau sedang ulang tahun ya? Wah kebetulan aku membawa hadiah untukmu,"ujarnya menyodorkan boneka dan sebuket bunga.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang