Ada yang aneh di keramaian orang-orang berbaju hitam disini. Citra tidak melihat Iris, sejak di rumah sakit mereka tidak menemukan Iris.
Sean berdiri kaku di gundukan tanah yang masih basah sedangkan perempuan dan seorang pria yang tak lain orangtua Ara sedang memeluk batu nisan yang bertuliskan nama putrinya. Sean tidak bersuara, lidahnya terlalu keluh untuk meluapkan emosinya.
"Nak,kenapa kamu tega ninggalin mama sama papa hiksss--"
"Sudah,Ma. Biarkan Ara beristirahat dengan tenang."
Derai air mata masih saja terpatri. Siapa yang sanggup kehilangan anak semata wayangnya. Ditinggal pergi bukanlah hal yang mudah untuk di hadapi.
Satu persatu orang-orang berpergian namun Sean enggan untuk bergerak. Tatapannya sendu meski bola matanya sembunyi di kacamata hitam legamnya. Pandangannya berporos pada lisan yang bertuliskan nama wanita yang sudah berhasil mengobrak-abrik hidupnya.
Randy lebih memilih diam. Begitu pun dengan Citra, sesekali air matanya menetes meski tidak menimbulkan suara. Biar bagaimanapun Ara tetaplah sahabatnya.
Langkah kaki yang semakin terdengar jelas mendekat membuat semua mata bergerak. Mereka menatap Iris dengan tatap kaget namun berbeda dengan ibu Ara. Ia berdiri dan menatap Iris seakan ingin mengulitinya.
Iris tetap tenang, ia meletakkan bunga di sebelah nisan Ara--mengusap nisan dengan sayang.
"Lepas,"hardik Lita. Ia menghentakkan tangan Iris dengan kasar.
"Kamu pembunuh Iris, dari awal harusnya saya dan suami saya tidak mempercayai putri kami ke tanganmu!"
Lita berapi-api, jarinya menunjuk-nunjuk wajah Iris dengan sangat tidak sopan.
"Saya tidak membunuh putri anda,"ujar Iris dengan tenang. Tidak ada nada emosional disana.
"Nyatanya kamu adalah pembunuh."
Nafas Lita memburuh "Jika saja kamu tidak membiarkan dia pergi, jika saya kamu lebih fokus agar ia kemoterapi, semua ini tidak akan mungkin terjadi."
Iris tetap santai, ia menatap gundukan tanah di depannya. Sean, Randy dan Citra memilih untuk menonton saja. Toh, ini bukan garis yang harus mereka lalui.
Lita berjalan ke sebelah kanan makam, Bram kalah cepat dengan istrinya yang sudah di kuasai roh kejahatan. Iris tersungkur dengan serangan tiba-tiba dari Lita.
"Harusnya kamu mendengarkan saya. Harusnya kamu tekanin ke putri kami kalau dengan kemoterapi ia akan sembuh. Harusnya kamu ngerti bahwa Ara bukan anak yang sama dengan SEUISIANYA."
Litta di luar kendali, suaranya naik tiga oktaf. Bram memijat pangkal hidungnya, kepergian putrinya sangat membuat ia terpukul dan ditambah lagi dengan istrinya yang mendadak berubah menjadi bar-bar.
Citra ingin bergerak menolong Iris namun ditahan oleh Randy. Randy percaya bahwa Iris bukanlah orang yang lemah.
"Mah, lebih baik kita pulang,"ajak Bram.
Bukannya menurut-- Lita malah menatap Bram dengan tajam.
Iris berdiri, membersihkan tangannya yang kotor karna tanah merah kuburan.
"Tante, sedari tadi saya diam hanya ingin menghargai tubuh yang terkujur kaku di bawah tanah ini. Saya diam karna saya menghargai batu nisan Ara tapi tante seperti ingin menuntaskan semuanya di depan makam putri anda."
"Saya tidak akan berlaku seperti ini jika kamu tidak melakukan kesalahan Iris!"
"Salah saya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara dan Sean
Romance(END) Bertemu dengan Sean yang notabenenya jutek, aneh, tidak bisa di tebak, kadang manis buat diabetes tapi tetap datar dan kalau bicara pedas--ngalahin sambalado masakan emak. Ara si wanita pecicilan, petakilan dengan suara toa-nya tidak pernah me...