6.Purnama Setengah

828 96 15
                                    

Tak kan lelah lelah kuingatkan kalian untuk menekan tombol bintang di pojok kiri bawah.
Teerimakasih 🌺

"Cil?"panggil Sean dari luar.

"Cil?"panggilnya lagi. Sean menghela nafasnya, ia menduga bahwa wanita bawel itu sudah tertidur.

Sean masuk, ia menatap Ara yang nyaman dengan posisi meringkuk sembari memeluk guling.

Sean menghidupkan kran air, mengundang bising. Ara mencoba tidur namun tidak pulas, ia tetap was-was takut jika Sean menghianati janjinya.

Ara merasakan kasur bergoyang, ia kembali memilih berpura-pura tidur. Sean bangkit dari kasur dan mematikan lampu kamar.

"Cil?"panggil Sean, Ara tetap pada posisinya. Dengan jahil Sean melingkarkan tangannya di pinggang Ara. Ara tersentak dan segera berganti posisi menjadi duduk.

"Gue tau Lo belum tidur,"kekeh Sean.

"Sean gak lucu tau gak sih."

"Siapa yang bilang gue lucu?"

"Setan."

"Lagian gue gak apa-apa in lo."

"Apa-apa versi Lo itu kaya mana emang?" ketus Ara.

"Hem, gimana ya?"jahil Sean. Sean memang berbeda, kepribadiannya seakan ganda, kadang jutek, hangat, jahil, manis eh, ralat,Sean tidak manis.

"Gue gak bakal melakukan apapun tanpa izin lo."

"Emang lo tadi udah izin? Ha?" Ara meninggikan suaranya.

"Jangan toa bisa?"ketus Sean. Ara mencebikkan bibirnya.

"Gue udah izin pas Lo tidur."

"Cowok gila."

Senyap, Ara tetap pada posisi duduknya. Sean memainkan ponselnya, Ara mengeram kesal saat sinyal tidak terdeteksi di ponselnya.

"Sean? Pinjem ponsel lo yang satu lagi dong."

Tidak ada jawaban "Sean, lo denger gak sih."

"Pake hp Lo aja."

"Gak ada sinyal, gue bete."

"Ih lo tidur kek, biar gue tenang,"geram Ara.

"Sean anjir, gue kaya orang bego ih."

"Tidur aja sih, takut amat,"ujar Sean santai.

"Amat aja gak takut-takut amat,"kesal Ara.

Ara bangkit berdiri, menghidupkan lampu.

"Sean? Gue baru engeh, ini toilet gak ada pintunya." Ara kembali duduk. Sean tetap tidak peduli, ia terus memainkan ponselnya, entah apa yang ia lakukan.

"Sean? Temeni gue pipis ke kamar mandi depan dong,"rengek Ara.

"Di sini aja, rewel banget sih Lo."

"Pertama, itu kamar mandi gak punya pintu, kedua kalau gue pipis kedengaran bunyinya,"lirih Ara tanpa tau malu.

Sean menahan tawanya dan mengubah ekspresi datarnya "hidupi kran air nya, biar berisik."

Berhubung Ara benar-benar kebelet, ia melakukan apa yang Sean sarankan.

"Sean, tutup telinga lo," teriak Ara.

"Cil? Diem atau gue samperin lo ke dalam," ancam Sean. Seketika senyap, hanya ada bunyi kran air.

Ara mematikan kembali lampu dan membiarkan tv menerangi.

"Sean? Lo tidur sih,"rengek Ara.

"Gue udah ngantuk,"lirihnya.

"Lo yg ngantuk kenapa gue yang lo suruh tidur?"

"Gue gak tenang sumpah, gue takut."

Sean mengganti posisi ke kiri kasur, Ara tak bergeming, hanyut pada pikirannya sendiri. Dengan cepat Sean menarik pinggang Ara, kejadian ini sangat mendadak membuat Ara tidak bisa mengelak, tubuhnya kaku kala mendapati dirinya sedang berada di atas tubuh Sean.

Ara mengatur detak jantungnya, Sean membalikkan posisi Ara agar menghadap ke dirinya lalu memeluk wanita pecicilan itu "Lepasin bego,"ujar Ara meronta. Bukannya melepaskan Sean malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Tidur!"

"Ogah,"jawab Ara.

"Lep-pas,"desis Ara.

"Ogah."

"Sean, lo jangan nodai gue dong!" Sean terkekeh, untuk pertama kalinya Ara mendengar bunyi dari tawa pria ini. Sean mengangkat kepala Ara dan menjadikan lengannya sebagai bantal untuk Ara.

"Tidur Cil, gue gak akan melakukan apa-apa."

"Apa-apa versi lo itu gimana?"ketus Ara.

"Hahahah." Ara melongo, tawa pria ini sangat lepas, meski remang Ara mampu melihat mata Sean sedikit tertutup di tengah tawanya.

"Tidur Cil,"perintah Sean lagi. Entah, sudah berapa kali pria ini menyuruh Ara untuk tidur, Ara mendoktrin kepalanya bahwa omongan Sean adalah sesuatu yang mampu untuk di pegang. Sean mengusap pelan kepala Ara--seperti sedang meninabobokan seorang bayi.

"Sean?"

"Tidur!"

"Lo pernah lihat purnama?"

"Lo kata gue tinggal di Pluto sampai purnawa aja gak pernah gue lihat?"

"B aja dong bos, ngegas gitu,"kekeh Ara.

"Lo pernah lihat purnawa lagi senyum plus ketawa gak?"

"Dasar fiktif,"ucap Sean.

"Gue tadi lihat purnama setengah di mata teduh lo." Ara menenggelamkan kepalanya di dada bidang Sean, entah apa yang ia lakukan;berbicara ngawur,dan reflek tubuh Ara sungguh tidak bisa di kontrol. Berusaha lari dari kenyataan, kantuk membantu Ara untuk terlelap di tengah malu yang ia rasa.

Sean tenggelam pada pikirannya sendiri, apa yang ia lakukan di luar dari kontrolnya--mengajak Ara liburan, menyuruh teman agar tidak jadi datang,memeluk Ara bahkan tertawa di depan Ara.

Selama ini hanya orang-orang terpilih yang mampu melihat warna ekspresi dari Sean dan malam ini Ara menjadi pilihannya.

Selama ini hanya orang-orang terpilih yang mampu melihat warna ekspresi dari Sean dan malam ini Ara menjadi pilihannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VISUAL ARA DAN SEAN SAAT DIVILLA




Sean modus, Sean kardus tali Ara tetap percaya dengan tulus.
Udah nekan bintang? Yakin udah? Coba chek lagi.

Eh thx u yaa 🤩🤩

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang