31. Laura & Sean di Singapura

498 42 0
                                    

Pesawat mendarat di Changi Intl,Singapura. Laura mengatakan bahwa maminya sudah di pindahkan ke Singapura agar lebih dekat dengan papi. Sebab urusan bisnis di Singapura sulit untuk di tinggalkan.

Baguslah pikir Sean. Jadi ia tidak perlu berjam-jam lamanya di dalam pesawat.

"Terimakasih ya,Nak. Kamu udah mau luangi waktu buat jenguk tante,"ujar wanita yang sedang terbaring.

"Iya tante. Lekas sembuh ya."

"Kapan kamu melamar Laura? Tante denger setahunan ini kalian menjalin hubungan."

Sean menautkan alisnya, sejak kapan ia menjalin hubungan.
"Doain aja ya,Mi,"ujar Laura gugup. Ia menatap Sean takut.

"Jangan kelamaan, gak baik pacaran lama-lama."

"Mami istirahat ya, nanti sore Laura kemari lagi. Kita juga mau istirahat."

"Papi juga bentar lagi kemari, yaudah kalian balik ke hotel."

"Permisi Tante,"pamit Sean.

Sean tenggelam dengan pikirannya sendiri. Ia pun tidak mungkin mengatakan bahwa hubungan Laura dengan dirinya hanya sebatas teman--mengingat kondisi mami Laura sedang sakit. Tapi ada yang mengganjal di hati Sean, apakah ini saat yang tepat untuk kembali membiarkan wanita masuk dalam kehidupannya sedangkan Ara masih bertahta disana.

"Sean maafin aku ya, aku yang terlalu optimis dengan hubungan kita sampai nyebar berita hoax ke mami."

"Iya."

"Kamu marah?"

"Enggak."

"Kenapa cuek?"

Sean diam. Laura pun sama. Bunyi ponsel menghilangkan suasana canggung antara Sean dan Laura. Panggilan vidio dari Sea.

"Abang dimana?"teriak Sea tidak terima.

Pantes saja abangnya tidak mencarinya, ternyata ia sedang di Singapura.

"Singapura, ada apa?"

Sea mencebikkan bibirnya "Sama siapa?"

"Laura, kenapa?"

"Abanggg,"teriak Sea yang sontak membuat Sean menjauhkan ponselnya.

"Abang gak budek Sea, jangan teriak-teriak."

"Kenapa pergi sama Laura?"

"Kamu mau bilang apa? Jika tidak penting, abang tutup."

"Jangan tidur satu kamar. Jangan berduaan di tempat sepi. Jangan jalan-jalan atau Sea susul kesana. Jangan jatuh cinta sama si Noni Belanda. Inget!"

Tut

Sean menutup secara sepihak panggilan unfaedah dari adiknya.
"Sea kayanya gak suka aku ya?"

Sean menatap nanar Laura. Lambat laun ia pun menjadi tidak tega.

"Gak usah di pikiri, Sea memang gitu." Entah kenapa Sean ingin sekali mengelus puncak kepala Laura namun bayangan Ara membuat ia mengurungkan niatnya. Entah mengapa ia seperti berkewajiban menjaga kesetiannya.

"Sir? Please take us to the beach,"ujar Sean. Supir taxi pun mengangguk. 

"Loh kok?"heran Laura

"Sebagai rasa permintaan maaf'an saya atas ucapan adik saya."

"Aku gak tersinggung kok, cuma aku kehabisan cara untuk deketin Sea."

"Dia kerasa kepala dan butuh waktu untuk meluluhkannya. Kamu hanya butuh sabar."

"Terimakasih Sean." Sean tersenyum, mungkin sudah waktunya ia tidak membeku. Mau sampai kapan hidupnya terkukung dengan kenangan Ara.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang