"Huaa, gimana ini kak Citra. Ponsel kak Ara gak aktif huhu."
Tangis Sea pecah dan itu membuat Citra pusing. Ia pun sama khawatirnya namun Citra tidak se ekspresif Sea dalam mengungkapkan apa yang ia rasa. Pagi tadi ia dikagetkan dengan kabar yang Sea ceritakan. Sudah seharian mereka mencari Ara namun tidak ditemukan.
"Maafin Tante,Cit. Tante gak bisa cegah Sean."
"Ini bukan salah Tante,kok."
"Aku udah suruh temen cek pemakaman, tapi Ara juga gak disana."
"Lagian kak Ara mana mungkin tau pemakaman kak Clara."
Citra pusing. Sea membuat pernyataan namun ia juga yang mematahkannya.
"Argh, mama. Ini gimana. Kak Iris bakal marah kalau tau kak Ara hilang."
"Sea, jangan teriak-teriak. Gak nyelesein masalah. Mama jadi ikutan pusing."
"Hiks, kak Ara huhuuu," Sea tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya, ia tidak bisa berpikir kira-kira dimana keberadaan Ara.
"Sea kira hiks, Sea kira kak Ara bakal ke rumah kak Citra makanya Sea gak kejar dan malah milih marahin abang. Nyatanya hiks, kak Citraaaaaa."
"Selamat malam." Suara bariton masuk ke ruang tengah. Tidak ada yang menjawab. Sherlly memijat pangkal hidungnya, Sea yang sedang meronta-ronta di pelukan Citra. Lengan baju Citra sudah basah. Entah akibat air dari mata atau malah lendir dari hidung Sea
"Ada apa ini? Papa pulang gak ada yang nyambut?"
Sea menarik tubuhnya dari pelukan Citra.
"Papa huuuhu,"ujar Sea menatap William. William semakin bingung. Ia melonggarkan dasi yang mencekiknya. Sean hanya berdiri tepat di belakang mereka.
Sea terus menatap William yang semakin mendekat. Matanya berair.
Puk
Sea menubrukkan dirinya ke pelukan William.
"Kak Ara hilang,Pa. Hiks, Sea gak tau nyari kemana lagi."
Sean diam kaku. Ia mulai mengusir rasa khawatirnya. Bisa jadi ini hanya akal-akalan Sea. Dari pada menonton drama yang tidak penting, ada baiknya Sean mandi dan membersihkan dirinya.
Citra berdiri "Tunggu Sean!"
Semua menatap Citra yang berjalan dengan nafas memburu.
"Lo pria ter egois yang pernah ada."
Sean mengernyitkan alisnya.
"Lo kenapa usir Ara ha? Lo gila? Dia sebatang kara disini!"pekik Citra.
Sean memilih melanjutkan langkah kakinya namun di tangga pertama Citra menariknya kembali.
Plakkk
Sean menatap tajam Citra. Matanya melotot seakan tidak terima."Kalau lo gak mau dengerin semua alasan Ara, lo cukup diam dan pergi. Gak usah lo usir dia dengan kata-kata menyakitkan dari mulut lo,"pekik Citra. Sea memilih memeluk William. Sherlly merasakan kepalanya semakin berdenyut.
"Tau apa lo tentang persakitan?"
"GUE MANUSIA SEAN!"
"GUE JUGA MANUSIA CITRA!"
Mereka sama-sama diam. Saling menunjukkan siapa yang paling berhak marah disini.
"Harusnya lo." Citra menujuk jarinya didepan mata Sean.
"Dengerin penjelasan Ara."
"Gue tekanin ke lo, penjelasan dia gak bakal merubah apapun." Ada penekanan di nada suara Sean. Ia berjalan angkuh meninggalkan Citra. Tidak berguna baginya mendengarkan drama klasik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara dan Sean
Romance(END) Bertemu dengan Sean yang notabenenya jutek, aneh, tidak bisa di tebak, kadang manis buat diabetes tapi tetap datar dan kalau bicara pedas--ngalahin sambalado masakan emak. Ara si wanita pecicilan, petakilan dengan suara toa-nya tidak pernah me...