44. Hari baru

661 44 2
                                    

"Kakak sampai kapan disini?"tanya Via membuka obrolan pagi. Ara yang baru saja kelar dengan urusan mandi memilih tersenyum.

"Kenapa senyum? Via lagi gak ngelawak ya."

"Hehe,"Ara terkekeh.

"Kakak masih waras kan?"

Mendapatkan pertanyaan polos mengundang riuh tawa Ara. Ara memegang perutnya menahan geli yang mendera. Sudut matanya mengeluarkan air mata saking syahdunya tawanya Ara.

"Via kamu lucu banget sih,"ujar Ara tanpa melepaskan wajah bahagianya.

"Kamu gak suka ya kak Ara disini?"

"Sempit tau kak. Kasur Via itu single bed."

"Kamu mau ngatai kakak gendut?"

"Gak usah sok akrab deh kak."

Ara terkekeh "Gimana kalau kita temenan?"

"Ogah."

"Kamu ke sekolah naik apa?"

"Di anter ayah."

"Kamu mau gak kalau kakak anter?"

"Emang bisa?"

"Kamu nyepelein kakak ?"

"Emang mau panas-panasan jemput ke sekolah?"

"Kenapa enggak?"goda Ara.

"Oke!"ujar Via membuang mukanya. Lagi pula jika ia pulang dengan Ara pasti ia bakal bisa main. Jika dengan ayah, lima menit tidak muncul setelah lonceng bunyi saja sudah di nasehati sepanjang jalan.

"Tapi ada syaratnya."

"Ih pamrih,"jutek Via.

"Hahah iya dong."

"Kakak tau apa yang ada di pikiran kamu. Kamu pasti sudah merencanakan ingin mengajak kakak jalan-jalan kan?"

"Fiks kakak sok tau,"ujar Via berjalan meninggalkan Ara. Ara tertawa, ia percaya anak itu baik. Hanya saja dia tidak mudah percaya dengan orang lain.

"Kak Ara? Via terima syaratnya. Buruan kesini."

"Iyaaaa sebentar."

Parjo dan istrinya mendengar hal itu turut senang. Mereka kehilangan kakak Via saat berusia seperti Ara. Wajar mereka dapat dengan cepat memposisikan diri mereka sebagai ayah dan ibu untuk Ara.

Semalaman Ara menceritakan semuanya tentang bagaimana ia bisa sampai ke Warung Bu Mirna. Dan pak Parjo menyarankan untuk Ara tinggal disini. Menurut Ara itu jauh lebih baik. Jika disini ia bisa membayar dengan tenaganya, membantu Bu Mirna jualan atau membantu pak Parjo mengantar jemput Via.

"Kak? Kita mau kemana?"teriak Via dari belakang motor.

"Terus ayah sama ibu tau kan?"

"Iya Via bawel, kakak udah izin ke ibu sama ayah. Kita kerumah sakit sebentar."

"Rumah sakit mana?"

"Siloam. Kamu tau gak?"

"Kakak mau ngapain?"

"Nanti kamu bakal tau kok."

"Pegangan kakak mau ngebut."

"Hati-hati kak,"pekik Via.

Suaranya bercampur dengan angin. Jika dulu Ara sangat trauma dengan sepeda motor maka itu tidak lagi berlaku. Sejak ia dinyatakan sembuh meski harus tetap di pantau, Ara mencoba menembus banyak ketakutan yang sudah melekat dalam dirinya. Bermain sepeda di tepi pantai, menyewa motor tanpa sepengetahuan Iris. Karna jika Ara melakukan itu, keesokan harinya tubuhnya bakal drop. Karna Ara mencoba memacu ketakutan yang mengakibatkan jantungnya mempompa lebih kencang.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang