26. Terimakasih Sea

640 50 0
                                    

Jika ditanya mana yang lebih lama bersama Sean; Ara atau Indah maka jawabannya adalah Indah. Jika ditanya mana yang lebih menyakitkan? Kehilangan Indah atau Ara maka jawabannya adalah Ara. Mana yang lebih menyesakkan, tetap nama Ara yang akan Sean sebutkan. Mana yang tidak bisa Sean lupakan, tetap nama Ara yang bakal terdengar.

Ara--nama yang sampai detik ini tidak Sean percayai kepergiannya. Ia pergi bukan ke kota atau negara asing,melainkan pergi ke dimensi yang tidak bisa ia tembus. Tidak banyak kenangan Sean dengannya tapi sulit sekali mengajak kompromi pikiran untuk segera melupakannya.

"Sean? Kamu harus janji satu hal, setelah nanti aku pergi kamu harus baik-baik aja. Kamu harus melanjutkan hidupmu. Kamu harus ingat satu hal, sebelum aku hadir kehidupanmu baik-baik saja, maka itu pun harus berlaku setelah aku pergi."

Sean menatap Ara dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Sial!"

Berulangkali kejadian demi kejadian berputar di kepalanya. Suara Ara yang terus meminta agar ia kembali menata kehidupannya terus memenuhi kepala dan menyesakkan dada. Sudah memasuki satu minggu sejak kejadian tragis tersebut. Apa Ara tidak pernah memikirkan betapa sulitnya permintaan non logic yang Ara tawarkan.

Ting nong

Berulang kali suara bel di bunyikan, namun Sean enggak untuk membukanya. Siapa lagi yang tau apartemennya selain Randy.

Ceklek

Sean mengernyitkan dahinya, ia menajamkan pendengarannya.

"Astajimm, demi kutil numbuh di seluruh tubuh Syifa Hadju, ini kamar atau kandang babi sih?" pekik Sea berkacak pinggang.

Sea mendengus menatap kasur yang berantakan, bantal terlempar kesana kemari,botol minum dan bungkus snack berserakan. Seperti terjadi tsunami lokal.

"Ngapain?"tanya Sean dingin.

"Jemput lo balik. Mama sama papa nyariin, gue sampai di desak balik dari Singapura. Nyebelin lo, udah gede nyusahin!"

Sean menghembuskan nafasnya kasar, Sea memang tidak berubah. Adik yang selisih dua tahun di bawahnya itu kadang kehilangan rasa sopan santun kepada Sean yang secara negara adalah abangnya.

"Tau dari mana?"

"Apanya yang tau dari mana? Ngomong gak berubah. Singkat, irit kaya dedemit,"ketus Sea.

Kadang Sean tidak habis pikir, ia ingin membawa Sea tes DNA dan mempertanyakan kedarahdagingan yang ada ditubuh Sea.

"Gue mau mandi. Bersihin kamar gue kalau lo mau istirahat." Sean berlalu meninggalkan Sea yang berdecak sebal terhadap pria yang sialnya harus di akui sebagai abang kandungnya. Sean sangat paham jika Sea adalah perempuan yang tidak akan betah dengan yang namanya kotor. Meskipun Sea menggerutu, Sean tetap yakin bahwa adiknya akan membersihkan apartemennya.

Selesai mandi Sean beranjak ke balkon. Dengan kaos putih dan celana pendeknya dibiarkan Sea membersihkan apa yang harus di bersihkan. Sean menatap gemerlap kota.

"Kalau kamu kangen aku sewaktu malam hari, coba pandang purnama setengah dan yakini kalau itu aku yang lagi senyum sama kamu."

Sean menggeleng. Lagi dan lagi suara Ara terdengar sangat nyata. Ia tersenyum tipis menatap langit yang bersekongkol menghadirkan purnama malam ini.

Ceklek

Pintu balkon terbuka. Sea duduk dengan dua cangkir teh yang semerbaknya langsung tersebar oleh angin malam.

"Minum,bang."

"Tumben sopan."

"Disopani salah, di kurangajarin makin salah,"decak Sea.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang