Setelah meminta izin kepada Mirna dan Parjo untuk Ara berpindah rumah, Via pun mengurung diri sedari tadi. Ia tidak mau menemui Ara. Katanya ia membenci Sean yang sudah membawa Ara pergi dari rumahnya.
Itu semua membuat Ara tidak tega. Ia kembali ke ruang tamu. Jika ia tidak bisa membujuk Via mungkin ia bisa membujuk Sean.
"Sean? Aku disini aja deh ya. Lagi pula aku mau tinggal dimana?"
"Kita udah bahas ini,Ra."
Sean tetaplah Sean. Pria tegas dengan ucapan yang sulit di bantah.
"Tapi kan--,"
"Ra?" Mata Sean menajam. Ini adalah cara paling ampuh untuk menghentikan sifat keras kepala Ara. Ara pusing tujuh keliling. Ia kembali mengetuk pintu kamar Via.
"Via?" Ara terus berusaha mengetuk pintu kamar Via.
"Biarin aja,Ra. Nanti ibu sampaikan ke dia,"ujar Mirna mengelus lengan Ara.
"Biar bapaknya juga ngasih pengertian nanti."
"Kamu balik aja, kasihan Sean nunggu kamu dari tadi."
Mirna menatap iba Ara yabg sedari tadi berada di posisi serba salah. Ia menyanyangi Via. Sungguh.
"Tapi Bu, Ara gak bisa pergi sebelum Via keluar kamar."
"Nduk, buka atuh."
Mirna turut membujuk Via. Ia pun mengetuk pintu kamar Via.
"Ibu sama bapak gak pernah ajarin kamu kaya gini."
"Kakak janji bakal sering kesini. Janji kalau ada waktu bakal jemput kamu di sekolah. Kita nginep di rumah kakak,"ujar Ara.
"Kakak janji bakal bawa kamu liburan."
"Kakak gak mungkin bisa lupain kamu,Via."
"Kamu tega?"
"Via? Kalau misalnya nih kakak mati di jalan--,"
Ceklek.
Ara bernafas lega. Via datang dengan kelingking yang mengudara "Janji?"ucapnya.
Ara mengangguk lalu ia memeluk Via yang tubuhnya hampir menyamainya.
"Jangan ngambek, kakak jadi berat ninggalin rumah."
"Iya maafin,Via."
"Kakak hati-hati. Kalau gak nempatin janji, Via bakal benci sama kakak."
Sean berdehem "Ini buat kamu." Sean memberikan paperbagg kepada Via. Via menatapnya sengit. Diotak Via,Sean itu hanyalah sosok yang merebut Ara darinya.
"Itu ponsel buat kamu. Biar lebih mudah hubungi kak Ara,"ujar Sean menjelaskan.
"Sogokan karna udah bawa kakak Via gitu?"ketus Via.
"Kalau kamu gak mau, saya jual lagi."
Entah bagaimana caranya Via luluh hanya karna ponsel. Maklum, ia sangat di larang menggunakan ponsel oleh ayahnya dengan alasan nanti ia tidak fokus dengan sekolah padahal ia tahu itu hanyalah alibi. Jelas saja, mana mungkin keluarganya menghamburkan duit hanya untuk membeli smartphone.
"Ini gak perlu nak,Sean,"ujar Mirna saat Ara mulai menerimanya.
"Bapaknya masih punya ponsel."
"Gapapa,Buk. Saya kenal Ara. Daripada ia menganggu bapak hanya untuk ngobrol dengan Via, lebih baik Via punya ponsel sendiri."
"Via bilang makasih,"ujar Mirna.
"Makasih." Suara Via terdengar datar.
"Yang manis dong,Via,"ujar Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara dan Sean
Romance(END) Bertemu dengan Sean yang notabenenya jutek, aneh, tidak bisa di tebak, kadang manis buat diabetes tapi tetap datar dan kalau bicara pedas--ngalahin sambalado masakan emak. Ara si wanita pecicilan, petakilan dengan suara toa-nya tidak pernah me...