9. Ketemu lagi

790 75 32
                                    

Hari ini hari Minggu, tepat tanggal tujuh. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh. Ara dan Iris memisah. Ara ingin mereferesh otaknya ke pusat perbelanjaan di Kelapa Gading.

Kini ia sedang mencari tempat yang mampu menenangkannya. Pilihannya jatuh pada Gaya Gelato.

Di lantai tiga, ia menatap jenis-jenis gelato yang tersedia. Pilihan Ara jatuh pada Mango. Di cup gelato yang ini diberikan topping tambahan berupa plain cookies yang crunchy. Sepertinya sih karena pesan rasa mango jadi dapat cookies ini.

Menurut Ara, untuk rasa mango ini tidak asam sama sekali dan tidak terlalu manis juga. Finally rasanya adalah segar.

Ara sadar akan sesuatu, saldo ATMnya limit. Ia mendial nomor seseorang.

"Hallo pa,"ujar Ara sembari berjalan meninggalkan resto gaya gelato.

"Ada apa sayang?" Suara dari sebrang sana.

"Pa? Ara lagi di gading, Ara habis duit pengen main Timezone."

"Yaudah papa transfer. Kamu mau berapa?"

"Semampu papa aja."

"Baiklah, hati-hati dan jangan melewatkan makan siangmu."

"Papa juga ya. Jangan kerja mulu."

"I love you sayang."

"Me too myself,"ujar Ara lirih. Ara memasukkan ponselnya ke tas kecilnya.

Tidak ada yang beda, setiap kali ia kesini tujuannya hanya satu;bermain dance-dance revolusion atau biasa di kenal dengan DDR. Untuk itulah Iris enggan menemani Ara ke tempat ini. Ini bukan dunia Iris, dunia Iris ialah diam bersama suara ketikan keyboard laptopnya. Akan tetapi kalian harus tau, bahwa Iris lah yang menyarankan Ara untuk mempelajari game ini. Dengan bantuan teman Iris tentunya.

Pum it up atau PIU--dance-dance revolusion atau DDR--terserah kalian ingin menyebut apa permainan ini.

Dari arcade yang normal, perlahan-lahan Ara mulai nyoba yang hard. Kalo yang ini lebih susah dari yang normal, panahnya banyak, rapat, dan cepet. Makin lama, Ara makin sering main dan mulai nyoba yang freestyle.

Dari sudut pandang kalian;mungkin permainan ini sangat malu-maluin. Loncat dan joget di depan umum. Terserah apa pun pendapat kalian yang jelas permainan ini memberi dampak positif bagi Ara. Yakni mengasah tingkat kepercayaandiri.

Setelah lelah, Ara memutuskan untuk menyudahi. Ia keluar, menilik kanan kiri. Ia benar-benar haus!

Ponselnya berdering, sembari berjalan Ara berusaha untuk membuka kancing tasnya.
Matanya fokus mencari benda pipih di dasar tasnya.

BRAKKK

Tas Ara jatuh, tubuh wanita berhijab turut menduduk membantu Ara.

"Maaf mbak,"ujar Ara merasa ceroboh. Ini salahnya, kenapa ia jalan tidak pakai mata. Dan mengapa ponselnya berhenti berdering.

"Eh--Ara!"pekik Indah. Ara berdiri, melongo dengan dua manusia di depan retinanya. Benarkah ini Sean? Indah? Mereka berdua?

"Ih, apa kabar Ra?"ujar Indah memeluk tubuh Ara. Ara tersenyum singkat, menepuk pundak Indah "gue baik! Lo?"

"Baik juga Ra,"ucap Indah melepaskan rengkuhannya.

"Jauh juga mainnya, hehe,"hambar Ara. Matanya mencuri pandang pada pria dengan hoodie hitamnya.

"Hehe iya Ra, sama Sean."

"Wahhh,"entah nada apa yang sedang Ara keluarkan.

" Eh,itu novel cinta satu semester, aku kan beli bukunya, bagus tau Ra. Cuma,ya,gitu, aku belum baca semuanya. Masih di halaman tujuh puluh gitu deh,"cerita Indah antusias padahal.

"Hehe baguslah."

"Itu beneran buatan kakak kamu?" tanya Indah. Ara mengangguk sebagai jawaban iya.

"Bacanya berdua, kan itu kisah cinta beda agama. Biar bisa komitmen dalam mengambil keputusan. Biar gak labil,"ujar Ara biasa saja. Tapi suasana berubah menjadi panas.

Ara menatap Indah, iya tau Indah sedang menahan sedihnya. Ara tidak tega namun mereka pun tidak peduli dengan apa yang ia rasa.

"Di buku itu di ajarin cara tegar dalam mengatasi sebuah perpisahan karna beda agama. Nguatin diri untuk tidak jatuh di kubangan yang salah. Gue pamit!" Ara melenggang. Sedikit lari, Sean mengejarnya. Mencekal tangan Ara.

"Maksud lu apaan sih Cil?"ketus Sean. Ara mengibas tangannya dari cekalan Sean. Ia bersedih sinis "ya,gue ngomong apa yang ingin gue omongin. Kenapa? Anyproblem?"

"Jelas ada Ra, lu buat Indah sedih."

"Gue peduli?"

"Egois lu ya,"geram Sean.

"Gue egois? Terus lu apa? Kaca di toilet wanita gede tuh, ngaca!"

Sean diam, posisi ini benar-benar membingungkannya. Dia biarkan Ara pergi, ia tau akan ada sedih yang timbul di hati Ara.

Kadang perasaan memang tega, ia pun buta. Penuh obsesi, seakan perpisahan tak berpengaruh. Apa yang bisa manusia lakukan ketika di hadapkan dengan kembalinya perasaan dari sosok masa lalu.

Wajar. Ini sangat wajar. Sean tidak salah hanya saja ia sedikit ceroboh. Perasaannya belum bersih dari masa lalu namun ia seperti maju mundur dalam merakit hal baru.

Ara pun tidak salah. Ini adalah respon wajar darinya. Hati siapa yang tidak merasa di permainkan jika berada di posisi Ara. Apa pria memang begitu? Tak tau menahu tentang rasa yang timbul setelah banyak hal yang terjadi.

Jika tidak ingin dicintai, jangan sulap keadaan seakan-akan sosoknya kau ingini.

Aku kembali. Jangan lupa vote.
Maaf ya, mungkin aku bakal update 3 hari sekali, atau seminggu sekali.

Oh ya. Komennya dong di tunggu. Kan aku ingin berinteraksi dengan kalian😭

Yaudahlah ya, happy reading.





Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang