48. Kopi

634 43 1
                                    

Ara berdiri menatap megahnya gedung didepannya ini. Ia tersenyum penuh harapan.

"Caiyo, Ara."

Iamenyemangati dirinya sendiri lalu Ara melangkah masuk dan disuguhkan dengan ruang resepsionis tepat saat ia membuka pintu. Di sisi kanan terdapat sofa seperti tempat menunggu.

"Permisi."

"Iya ada yang bisa saya bantu?"ujar wanita yang ber- name tagg Sisil.

"Saya Ara. Sekretaris yang akan mengantikan mbak Tia."

"Oh, silahkan naik ke lantai lima belas. Nanti di sana ada resepsionis. Mbak boleh minta anter ke ruang pak Sean."

"Terimakasih mbak Sisil."

"Sama-sama mbak Ara."

Ara tersenyum tulus, ia berjalan ke sisi kiri resepsionis. Ia menakan tombol 15. Beruntung lift tidak penuh. Mungkin karna ini adalah hari senin dan penghuni kantor pada sibuk.

Ia keluar dengan merapihkan kemeja putih dan rok bahannya. Ara memeluk amplop bewarna coklat. Amplop khas si pencari kerja. Sebenarnya amplop ini hanyalah formalitas, begitulah yang Laura katakan padanya.

"Permisi. Saya ingin bertemu Sean."

Wanita didepan Ara menatap menyelidik. Matanya seperti ingin menelanjangi tubuh Ara.

"Ada keperluan apa?"tanyanya tak bersahabat.

"Saya pengganti mbak Tia,mbak. Bisa beritahu saya ruangan Sean?"

"Masih calon pegawai saja anda sudah tidak sopan. Panggil pak Sean bukan Sean!"

"Enghh--,maaf mbak. Maksud saya pak Sean."

"Pak Sean sedang meeting berdua dengan tuan besar. Bahkan saya tidak ditinggalin pesan tentang anda. Lebih baik anda pergi."

Ara menghela nafasnya kasar. Ia menghubungi Randy. Barangkali pria itu dapat membantunya.

"Gak boleh Ran, lo deh yang ngomong."

"Kasih ponselnya ke dia deh." Suara terdengar dari sebrang.

Dengan malas Ara menyodorkan ponselnya kepada wanita yang bernama Lala tersebut.

"Apa?"

"Halo La?"ujar Randy.

"Siapa?"

"Saya Randy. Manager cabang. Tolong anter Ara keruang Sean sekarang."

"Engh, iya pak."

Ara terkikik geli menatap wanita yang sudah mulai ketakutan itu. Ia mengigit bagian dalam pipinya, takut tawanya pecah. Wanita itu jelas ketakutan, siapa yang tidak takut jika berada di posisinya. Apalagi suara Randy yang mendadak berubah menjadi menyeramkan.

Tok tok tok

"Permisi pak,"ujar Lala membuka pintu.

"Ada apa Lala?"tanya William.

"Mohon maaf Tuan Besar, calon sekretaris baru ingin bertemu Pak Sean."

"Suruh masuk,"jawab Sean. Lala mengangguk dan kembali menutup pintu dengan pelan.

"Ini ruangannya dan lo disuruh masuk."

"Terimakasih Lala."

Tanpa menjawab Lala memutuskan pergi. Ara mengelus dadanya pelan. Baiklah, akan ada musuh selain Sean disini.

"Permisi."

"Silahkan masuk,Ra." Ucapan William menarik perhatian Sean. Ia memandang Ara dengan tatapan yang sulit di artikan.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang