Sean ragu, ia mulai menimang-nimang sesuatu. Jika ia pergi ke puncak dan sesuatu yang tidak di inginkan terjadi maka ia akan menyalahkan dirinya atas kepergian Ara. Ia akan kesulitan mencari bantuan. Sean menolak untuk menerima kenyataan namun ia harus tetap berpikir realistis tentang keadaan.
"Kok berhenti?"tanya Ara bingung.
Sean mematikan motor gedenya "Kita ke Sukabumi aja mau gak?"tanya Sean membalikkan setengah tubuhnya.
"Ada gunung emang?"
"Enggak, kita ke Pantai. Disana pantainya keren-keren kok, gak kalah keren dari gunung."
"Tapi aku mau ke gunung. Pengen liat sunset di gunung."
"Sunset di pantai lebih seru Ra."
"Nanti kita ke Ujung Genteng, sampai sana siangan jadi gak lama kita lanjut nikmati senja." Sean berusaha untuk membujuk Ara.
"Kamu takut ya aku mati di gunung?" Entah mengapa dari banyaknya kata malah kalimat itu yang keluar dari mulut Ara.
"Ra,"tegur Sean. Ia menghela nafasnya "Sekali aja kamu gak bahas tentang kematian, bisa? Aku mau nikmati kesempatan yang Tuhan kasih."
"Tanpa kamu ingetin, aku sadar betul tentang takdir di depan kita,"lanjut Sean.
"Padahal pikiran kamu yang menyerap semuanya. Kamu sendiri yang ketakukan bukan aku. Aku cuma ngungkapin apa yang aku lihat,"jawab Ara.
"Yaudah, kita cari sarapan dulu ya." Sean berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Ia terlalu malas jika mengingat hal ini.
"Emang ada yang jualan subuh gini?"
"Ada tukang bubur di ujung jalan sana." Sean kembali menstater motornya.
"Kok kamu tau?"
"Pernah kesana."
"Sama mantan ya hahah,"kekeh Ara. Sean memilih menjedotkan helmnya ke belakang dan naas mengenai helm Ara. Ara tertawa, bolehkah dirinya kembali meminta agar Tuhan membiarkan asa berlalu. Bolehkah Tuhan mengubahkan biru menjadi cerah. Bolehkah Tuhan mengabulkan keinginan Sean. Rasanya ini seperti tidak adil. Sean juga ingin bahagia. Ara pun begitu. Tapi mengapa takdir yang seburuk ini yang malah Tuhan beri pada mereka.
***
Jam dua belas siang, mereka tiba di Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Sean mengetahui tempat ini sebab dirinya sering menghabiskan liburan ke sini. Kadang jika Sean suntuk, ia akan berpetualang ke Sukabumi, bumi pasundan yang kaya akan keindahan alamnya."Kamu pernah ke Bali gak Ra?"tanya Sean di sela angin yang menemani perjalanan mereka.
"Enggak, kenapa?"
"Mau liat tanah lot Bali gak?"
"Hahah ngaco."
"Dih, seriusan."
"Kita kan di Sukabumi Yan, mana ada tanah lot."
Sean tersenyum "Kalau ada kamu kasih aku apa?"
"Kebahagiaan hahah,"tawa Ara terdengar sangat sumbang.
"Kamu tau apa yang paling buat aku bahagia?"tanya Sean. Suaranya mulai terdengar serius, Ara menyesali perbuatannya. Mulutnya tidak bisa di kontrol, sedari tadi ia lah yang selalu mengungkit kenyataan yang ada.
"Bahagiaku adalah kamu Ra, kalau kamu pergi, ya jawab sendiri apa yang akan terjadi nanti. Dan jangan beri aku kebahagiaan yang nyatanya dirimu sendiri gak yakin bisa mewujudkannya."
Mata Ara perih, ia menahan isaknya. Menunduk di atas motor dengan tangam yang mulai dingin. Sean berdehem--sekali pun ia tidak menatap wajah Ara ia yakin, Ara sedang di rundung pilu yang membiru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara dan Sean
Romance(END) Bertemu dengan Sean yang notabenenya jutek, aneh, tidak bisa di tebak, kadang manis buat diabetes tapi tetap datar dan kalau bicara pedas--ngalahin sambalado masakan emak. Ara si wanita pecicilan, petakilan dengan suara toa-nya tidak pernah me...