18. Sean kalah telak

686 66 3
                                    

"You miss him?"ujar seseorang  menatap iba wanita di depannya.

"Of course." Ia menjawab dengan lesu. Genggamannya tak lepas dari sebuah figura candid seseorang yang sangat ia rindukan.

"You must be patient."

Wanita yang sedang duduk di kursi roda menatap nanar bangunan di depan matanya. Muak dengan kalimat yang tak ada guna menurutnya.

*****

"Lo ada kabar lagi?"

"Enggak."

"Kenapa Ara doyan ngilang sih." Randy mencebik sebal. Ini sudah satu bulan Ara benar-benar hilang. Jika mati setidaknya mereka tau di mana pemakamannya. Jika di curi monster,setidaknya mereka tau dimana posisi Ara. Semakin Ara menghilang, semkain terasa keberadaannya di hati Sean. Sean kalah telak. Ia harus mengakui hal yang dulu ia tolak mentah-mentah. Ia sudah menyanyangi Ara atau sudah berada di titik mencintai.

"Udah tanya Citra?"

Randy menggangguk "Tapi nope."

"Ran? Mungkin gak sih Ara cuma main-mainin perasan gue?"tanya Sean polos. Randy tercengang. Ini seperti keajaiban baginya seorang Sean Tan bertanya hal aneh ini.

"Lo kok kaya anak gadis kehilangan perawannya sih?"

"Nyatanya dia ngilang mulu."

"Yeee, si tai, orang ngomong apa malah jawab apa."

"Udah coba hubungi dia lagi hari ini?"tanya Randy.

"Belum, gue malas kecewa."

"Lemah lo,"ketus Randy.

"Sini ponsel lo." Sean memberikan ponsel yang dulu sangat privat baginya malah menjadi milik bersama.

Panggilannya masuk. Randy diam, menanti panggilannya di angkat. Randy sengaja menghidupkan loudspeaker.

"Hallo hallo Hay, Sean, huaaaaaa kangenn," pekik Ara di sebrang sana.

"Anjir lo, bisa gak teriak ? Dasar cumi,"ketus Randy.

"Loh, kok Randy? Sean mana?"

"Udah meninggal awww---,"

"Sakit Sean anjing,"ketus Randy mengusap kepalanya dengan sayang. Sean benar-benar tidak tau diri, setelah merampas ponselnya ia malah pergi meninggalkan Randy.

"Halo, ada orang disana?"

"Lo dari mana?"

"Heheh, ini Sean ya? Apa kabar?"

"Kenapa baru ngangkat telpon gue?"

"Ciye nyariin,"

"Jawab."

"Hahaha, kangen ya. Sama kok, aku juga kangen."

Bedabah, bukan itu yang Sean ingin dengar. Tapi alasan kenapa Ara doyan menghilang sesuka hati. Andai Ara di depan matanya mungkin Sean sudah mencekiknya.

"Ra?"Sean menggeram, pasalnya sedarai tadi yang ia dengar adalah tawa wanita itu. Apakah ia tidak tau bahwa Sean merindu.

"He, iya? Hahah apaan sih? Kok aku canggung."

"Dimana?"

"Sean? Apapaun nanti yang terjadi, aku mau kamu tau satu hal kalau aku benar-benar sayang sama kamu. Cinta juga sih, heheh. Aku gak peduli kamu balas perasaanku tapi aku mau kamu tetap ada, di sisiku. Tetap jadi orang yang aku cari. Tetap jadi rumah untukku berpulang."

Sean mengernyit "Maksud kamu apa?"

"I love you Sean."

Diam. Mereka saling membisu. Sean yang tidak tau ingin mengatakan apa dan Ara yang tersenyum lega meski bersama dengan luka setidaknya ia sudah mengutarakan apa yang ia rasakan.

"Kamu dimana? Bogor,Yuk."

"Oke. Minggu ya. Ketemu di tempat biasa aja."

"Aku jemput ke kost kamu aja."

"Jangan. Aku udah pindah dan rutenya susah di temuin hahah."

"Yaudah, jam empat ya."

"Jam empat versimu artinya jam enam ya?"kekeh Ara. Sean tersenyum singkat "Enggak, jam empat on time."

"Asiyap, bareng Cit sama Randy ya?"

"Kita berdua."

"Mau buat anak?"

"Kamu udah siap di gunjing orang?"

"Ih Sean, enak aja." Sean tersenyum, entah mengapa ia membayangkan muka lucu Ara saat mencebikkan bibirnya kesal

"Sebulan gak ngobrol, kamu makin jago bicara ya? Siapa yang ngajarin sih?" Sean tidak menjawab, ia hanya tersenyum mendengar betapa periangnya gadis itu.

"Sean?"

"Iya?"

"Eh--kita manggil aku kamu? Ciyee, hahaha." Sean menggaruk tekuk yang tidak gatal. Ara benar-benar menggodanya.

"Oh yaa, apa pun yang aku ucapin tadi semata-mata bukan aku nuntut kamu untuk jadi kekasihku. Aku gak lagi nembak loh, heheh. Aku cuma mau kamu dengar suara hatiku. Dan semoga pertemuan minggu tidak menghadirkan canggung di antara kita. See you."

Bip.

Sean menatap ponselnya. Ada perasaan hangat menjalar di hatinya. Tapi sulit untuk ia rangkai.

"Besok saat yang tepat buat lo mulai serius sama Ara,Yan." Randy tiba-tiba duduk di sebelah Sean. Ia mendengar semua apa yang Ara katakan.

"Jangan tunggu dia hilang terlalu lama. Bisa aja dia pergi dan datang semata cuma untuk mastiin perasaan lo."

"Maksud lo?"

"Bisa jadi Ara pergi dengan waktu yang lama cuma untuk nyadarin apa yang selama ini lo rasain."

"Yan? Waktu enggak bisa di putar. Besok adalah saat yang tepat. Ara baik. Dia tulus sayang sama lo. Dia sabar. Cantik pula. Kriteria apa lagi yang mau lo cari."

"Gue pergi dulu. Sebagai sahabat yang baik, gue mau jujur. Gue gak pernah liat senyum setulus tadi selama lo sama Indah. Gue gak pernah liat lo kalut saat Ara menghilang. Itu cukup jelas untuk membuktikan semuanya,Yan."

Randy berlalu dan Sean menyadari satu hal bahwa apa yang Randy katakan adalah benar "Thanks,Rand,"pekik Sean. Randy hanya mengacungkan jempolnya.

Ara dan SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang