Woojin mematung lalu perlahan mengeluarkan air matanya. Mark mengerutkan keningnya lalu mengusap air mata Woojin dengan penuh kasih sayang."Kamu kenapa nangis?"
"Guanlin.."
Mark membulatkan matanya lalu memegang kedua bahu Woojin dan menyetarakan tingginya, "Guanlin kenapa?"
Woojin melepas tangan Mark dari bahunya lalu mengusap wajahnya, "Katanya nyawanya gak tertolong? Gimana sih pah"
Mendengar ucapan Woojin. Mark tertawa lepas. Jika dilihat, mereka keluarga yang harmonis. Jarang sekali Woojin merasakan seperti ini. Woojin menatap Mark bingung.
"Guanlin udah pulang tadi siang" ujar Mark sambil terkekeh.
"Terus. Yang dimaksud papa gagal nyelametin nyawanya itu siapa?"
"Pasien yang baru aja pindah ke ruangan ini. Dia kena stroke" ujar Mark lalu tersenyum. Dia terhibur dengan pertanyaan putra bungsunya itu.
"Papa nangis liat dia gak selamat? Dia kan bukan siapa-siapa"
Mark memegang bahu Woojin lalu menatapnya, "Nak. Papa gak nangisin dia. Papa cuma teringat sama mendiang mama. Setiap ada orang meninggal dihadapan papa. Selalu ada bayang-bayang mama mu" Mark mengambil jeda, "Jangan beranggapan kalau papa mu ini lupa dengan mama mu. Ini sudah takdir. Memang sejak mama meninggalkan kita, Papa bersikap keras padamu. Tapi itu semata-mata karena sayang sama kamu Woojin. Papa selalu memarahimu bahkan memukulmu, itu karena papa sayang. Papa tidak ingin seseorang pergi lagi dari hidup papa dan juga, Jagalah milik mama nak" Mark menepuk dada kiri Woojin.
Woojin tertegun dan menyentuh dadanya tepat jantung itu berada. Jantung milik mamanya yang masih sehat wal afiat berada dibadannya. Kecelakaan di masa lalu itu membuat Woojin sedikit trauma dengan 'darah'. Bahkan Woojin seperti orang gila ketika melihat Guanlin terbujur lemas dengan berdarah-darah pasca balapan itu.
Sejauh kenakalan Woojin disekolah, tidak pernah berkaitan dengan darah. Kenakalannya wajar, seperti membolos, merokok dan lain-lain.
"Satu lagi. Papa bangga sama kamu. Sudah beberapa hari ini, papa gak ada panggilan BK. Pertahankan. Buktikan kalau kamu berguna di mata papa" ujar Mark lalu pergi.
Woojin menghela nafas lalu tersenyum bangga. Lalu bergumam, "Makasih pah"
=====
Sesampainya di rumah. Woojin memarkirkan motornya. Terlihat, di garasi terdapat sebuah mobil. Itu pasti milik Jackson dan Sana yang tengah berkunjung. Woojin melangkah masuk ke dalam rumah.
"Jin! Udah pulang" sapa Seongwoo lalu merangkul adiknya itu dan mengajaknya ke ruang tengah.
Suasana sangat ramai. Rupanya orang tua Guanlin tengah pesta makan-makan untuk menyambut Guanlin yang sudah pulang dari rumah sakit. Guanlin melambaikan tangannya kepada Woojin yang masih berdiri mematung melihat semua ini.
"Jin. Ayo ikut makan" ujar Jackson.
Woojin mengangguk. Segera dia melepas sepatunya dan meletakkan tasnya di atas sofa. Layaknya piknik, makanan ditaruh di atas karpet sambil menonton tv.
Woojin duduk disamping Daniel yang sibuk makan tanpa memperdulikan segalanya.
"Bang. Maafin Jin ya" ujar Woojin.
"Lupakan. Udah gue maafin. Cepet makan. Jangan ganggu gue" balas Daniel yang mulutnya masih penuh dengan makanan.
"Jin. Abis nangis?" tanya Guanlin terkekeh. Woojin terdiam lalu mengusap wajahnya. Malu jika harus bercerita kepada Guanlin tentang hal yang baru dia alami. Kemudian dia memutuskan untuk ke kamar mandi dan membasuh wajahnya agar fresh lagi. Kemudian kembali ke tempat semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me! | NielGuan ✓
Fanfiction[Complete] Daniel sebenarnya sayang kepada Guanlin. Dia hanya gemas dengan adik satu-satunya itu. Sampai sebuah kejadian fatal terjadi. Daniel menyesal. "Gue sayang sama lo Lin. Gue enggak benci sama lo. Gue ini Daniel. Abang kandung lo" - Daniel "G...