Chapter 2

3.7K 318 8
                                    

Ku ambil bukuku yang mungkin bisa dibilang setebal kitab ini. Aku berjalan kearah balkon kamarku dan duduk dikursi kayu yang ada disana. Tugas memang hal wajib yang harus selalu aku kerjakan setiap malamnya.

Teringat akan kejadian tadi siang, aku ingat jika aku memiliki masalah dengan senior paling terkenal brutal itu. Harry Styles dan juga Losie Jordan, kekasihnya yang bak benalu itu. Menyebalkan.

Ku pijat keningku sebentar untuk menenangkan fikiranku yang kacau ini. Tak lama ku dengar ponselku berdering. Sebuah senyum terukir indah di bibirku ketika mendapati nama Niall disana.

"Niall,"

"Hey Risa." sapanya, "Ada apa?"

"Ada apa?" tanyaku, "Kau yang menghubungiku, seharusnya aku yang bertanya padamu ada apa?"

"Bukan begitu. Dari nada suaramu, kau terlihat tidak baik-baik saja. Ada masalah? Ayolah, kau tidak bisa berbohong padaku."

"Masalah sepele sih. Aku bermasalah dengan senior yang menyebalkan."

"Siapa?"

"Harry dan Losie, kau tidak akan mengenal mereka. Intinya itu mereka menyebalkan dan aku benci mereka."

"Sudahlah, kau tidak perlu pikirkan itu. Aku akan selalu melindungimu."

"Tapi kau jauh, Niall."

"Jika aku dekat, aku sudah mematahkan kepala mereka yang berani mengganggu kekasihku."

Senyumku mengembang. Niall memang memiliki kelebihan tersendiri bagiku. Ibaratkan Niall memiliki sebuah zat dimana disini aku lah yang telah kecanduan oleh zat itu.

"Ku rasa kau butuh waktu untuk istirahat."

"Baiklah. Aku akan segera istirahat. Terimakasih sudah menghiburku."

"Good night, darl."

Niall memberikan kecupan kecil pada poselnya. Lucu.

Aku pun kembali masuk ke dalam kamar dan menutup tirai jendela. Ku tarik selimutku untuk membalutku yang sedang berbaring. Sebuah figura dimana aku dan Niall menjadi obyek utama membuatku tersenyun. Foto yang diambil satu tahun yang lalu selalu terpajang di dinding kamarku.

***

Pelajaran hari ini telah usai. Ini merupakan waktu yang kutunggu sedari tadi. Pulang. Materi menyusahkan itu sudah terkumpul penuh diotakku sehingga aku jenuh.

"Sa, jadi mengantar aku dan Glisa pulang 'kan?" Sabila menepuk bahuku. "Berbaik hatilah sekali."

"Ya, ya, tunggu sebentar. Aku masih merapikan buku. "

"Kita tunggu di luar, jangan lama, Sa." kata Glisa. Dan kurasa sekarang mereka sudah tak ada di dekatku lagi.

Buku yang aku bawa cukup banyak. Ada buku yang aku masukan ke dalam tas namun ada juga buku yang aku tenteng pada tangan. Aku berteriak kecil ketika seseorang membenturku saat aku baru saja keluar dari pintu kelas. Buku-buku yang aku bawa pun terjatuh berserakan di lantai.

Benar-benar sial.

Aku langsung berlutut untuk memungutnya. Namun orang yang membenturku seperti tidak merasa bersalah. Ia hanya berdiri di hadapanku walau aku hanya bisa menatap sepatunya ketika aku berlutut untuk membereskan buku.

"Harry?" gumamku. Dia sedang menatapku tajam.

Mengapa dia lagi? De jàvu.

Kemudian mata hijaunya berhenti menatapku dan kakinya melangkah pergi meninggalkanku tanpa ada kata maaf. Mengapa ada saja spesies seperti dirinya?

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang