Chapter 64

1.9K 175 19
                                    

Diriku seolah berada didalam dimensi yang berbeda, sekujur tubuhku terasa kaku seperti aku tidak bisa merasakan apapun sekarang. Kepalaku sangat berat padahal aku tak menggerakannya sedikit pun, jari-jari tanganku terasa kaku untuk digerakan, bahkan aku mengeluarkan tenaga lebih untuk dapat menggerakan satu jari saja. Perlahan aku menggerakan mataku, aku masih beruntung kali ini terasa lebih mudah walau aku melakukannya secara sangat perlahan.  

Dimana aku?  

Mataku yang terasa panas menyusuri setiap sudut ruangan, tampak begitu familiar untuk dikenali. Kulirik tanganku yang berada diatas perutku yang ternyata dialiri oleh selang infuse. Aku melihat kebawah, menemukan diriku yang sedang berbaring diatas tempat tidur dengan celana panjang setelah seragam. Tidak salah lagi, tempat ini adalah rumah sakit.  

Aku meringis kesakitan ketika kepalaku kembali terasa sakit setelah aku ingin mengingat semuanya. "Clarisa sudah sadar. Oh astaga dokter, Clarisa sudah sadar.” Seseorang berteriak dari pintu yang ada diujung sebelah kiri. Aku tidak bisa menoleh karena aku hanya dapat memejamkan mataku merasakan sakit dikepalaku.  

Tak lama kurasakan beberapa orang datang mengahampiri, aku membuka mataku kembali dan menemukan seorang dokter dan dua orang perawat yang berdiri disisi sampingnya. Aku kembali memejamkan mataku ketika menyadari dokter itu sedang memeriksa kondisiku. Stetoskop terasa begitu dingin ketika menempel didadaku. Terlebih aku aku merintih kesakitan ketika salah satu perawat mencoba menyuntik tanganku. Sial, aku benci rumah sakit.  

“Keadaannya sudah membaik, hanya saja dia harus banyak beristirahat. Lebih baik sekarang kita kabari keluarganya.”  

Keluarga? Oh bahkan aku merasa tidak memiliki keluarga sekarang. Mereka yang sempat berada di dalam ruangan ini telah keluar dan meninggalkanku sendirian. Aku hanya dapat memejamkan mataku sambil mengatur nafasku yang memburu ini.

Tak lama kemudian, ku dengar suara pintu terbuka namun aku masih enggan membuka mataku yang terasa lemah ini. “Clarisa, akhirnya kau sadar juga, sayang.”  

Hatiku terguncang mendengar suara rintihan tersebut. Tangannya membelai puncak kepalaku dengan lembut, menghantarkan sebuah ketenangan bagiku. Secara perlahan aku mulai membuka mataku. “I—Ibu?”  

Wajah cantiknya yang luntur akan kesedihan dan air mata, semua karena aku. Hatiku meringis melihatnya seperti ini. Dengan itu Ibu langsung memelukku yang sedang berbaring, sangat erat sekali. Aku dapat merasakan air matanya yang mulai membasahi seragam rumah sakit yang ku kenakan, hal itu membuatku ikut menangis.  

“Ibu sangat mengkhawatirkanmu, sayang. Kau jangan meninggalkan Ibu lagi. Ibu sangat sayang padamu, Clarisa.”  

“Aku juga sangat menyayangi Ibu. Maafkan aku.”  

Ku lepaskan pelukannya sejenak, lantas aku bergerak untuk merubah posisiku menjadi duduk. Entah sejak kapan ada Glisa dan Sabila diruangan ini, aku sendiri tak menyadari hal itu karena hatiku teriris melihat Ibu menangis. Mereka berdua membantu tubuhku yang lemah ini untuk duduk diatas tempat tidur.  

“Hei..” sapaku pada mereka. Air mata menggenang dikelopak mata mereka. Aku langsung membuka tanganku lebar-lebar agar aku bisa merasakan hangat pelukan dua sahabatku ini. Suasana ini membuat tangisanku benar-benar pecah, aku merindukan semua kehidupanku yang lama.  

“Kami merindukanmu, Clarisa. Semua merindukanmu.” bisik Glisa setelah melepaskan pelukannya. Aku tersenyum sambil menghapus air mataku dipipiku namun sayang air mata ini tak berhenti mengalir.  

“Maaf, aku merepotkan sekali. Aku membuat kalian semua khawatir. Maafkan aku.”  

“Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu, sayang. Seandainya malam itu tidak terjadi apa-apa, kau pasti tidak akan pergi dari rumah. Ibu tahu selama ini sudah salah menutupi segalanya tentang jati dirimu, namun percayalah Ibu melakukan hal itu karena Ibu tidak ingin kau merasakan pahitnya kehidupan.”  

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang