Chapter 41

2.2K 196 42
                                    

Disiang hingga menuju sore hari, aku menghabiskan waktuku bersama Harry disebuah kedai kopi pilihannya. Suasana disini begitu tenang dan damai walau pengunjungnya masih terbilang banyak. Bau kopi yang harum mengenyat dihidungku, aku cukup menyukai baunya namun tidak senang jika mengonsumsinya banyak-banyak.

Tempat ini sedikit dapat menghemat uang jajanku untuk meneraktir Harry. Awalnya Harry sempat ingin membayar semua pesanan kami namun aku mencegahnya. Aku harus menunjukan rasa terimakasihku terhadapnya.

Harry memang selalu menyenangkan ketika diajak untuk bertukar fikiran. Seperti perjanjian yang kami buat, kami akan saling bertukar cerita dalam hidup kami agar kami saling mengenal dekat satu sama lain. Hal itu lah yang membuatku bertah berada disini hampir seharian penuh bersamanya.

“Sudah pukul tujuh sore. Kita sudah hampir tiga jam berada disini. Aku fikir waktu begitu cepat berlalu ketika aku bersamamu.” kata Harry sambil memasukan ponselnya yang berada diatas meja kedalam saku celana jeansnya. Dia berkemas memberi kode jika kami harus pulang dari kedai kopi.

“Kita tidak langsung pulang kan?”

“Menurutmu?”

Aku mendengus kesal sambil merapikan beberapa buku yang tadi aku keluarkan lalu memasukannya kedalam tasku. Entahlah, rasanya aku tidak ingin hari ini berlalu begitu cepat. Aku masih ingin berada didekatnya seperti tadi. Menoleh kesamping, aku masih menemukan Harry yang melirikku sedari tadi.

“Ya sudah ayo pulang.”

“Kata siapa aku ingin langsung mengajakmu pulang?” Harry menyengir lebar.

“Lalu kita akan kemana lagi? Kau masih ingin membuatku penasaran dengan tempat yang kau maksud tadi?”

“Aku hanya senang melihat ekpresimu ketika penasaran. Kau tahu, kau sangat menggemaskan. Baiklah, aku benar-benar ingin berbicara serius denganmu setelah ini.”

“Sekarang cepat bawa aku kesana atau—“ ucapanku terpotong ketika Harry langsung mengecup bibirku dengan kilat. Sontak warna pipiku berubah menjadi merah karena aksi gilanya, bahkan dia berani menciumku ditempat umum. Sial.

“Jangan banyak bicara lagi,Clar. Ayo.”

Harry merangkul bahuku ketika kami berjalan menuju mobilnya. Langit sudah gelap dan bintang sudah bertaburan diatas sana. Aku tersenyum memperhatikan Harry yang sedang serius menyetir. Bagimana aku tidak salah tingkah jika satu tangannya menggenggam tanganku ketika dia sedang fokus berkendara. Oh aku fikir Niall yang kekasihku saja tidak pernah memperlakukanku seperti ini.

Aku langsung menoleh keluar jendela ketika mobil Harry telah berhenti pada sebuah jalan. Cukup gelap namun ada beberapa lampion yang tergantung diatas pohon yang membuat aku bisa menyapukan pandanganku. Harry langsung keluar dan membuka pintu untukku, bak seorang tuan putrinya.

“Taman?” tanyaku heran.

“Ya. Kau hanya perlu tahu tempat terindah yang biasanya aku datangi. Ikuti aku.”

Harry menarik tanganku namun aku menelepaskannya, membuatnya menoleh keheranan kearahku. Aku tersenyum lalu mengaitkan tanganku pada lengannya. Aku ingin menggendengnya agar aku bisa bersandar dibahunya sepanjang jalan.

“Kau manja sekali,Clar.”

“Biarkan saja. Memangnya tidak boleh?”

Harry tersenyum miring lalu menggelengkan kepalanya pertanda dia berkata tidak akan ucapanku tadi. Dia mengecup keningku sebentar sebelum dia menuntunku untuk berjalan masuk ketengah taman yang masih aku tak ketahui ada apa didalamnya.

Rasa tak percaya menghantuiku ketika kami masuk lebih dalam ke tengah taman dan menemukan sebuah sungai dibelakang taman tersebut. Pepohonan besar yang rindang berjejeran disana. Gedung-gedung tinggi pun terlihat jelas dari kejauhan. Ini adalah pemandangan terindah yang pernah aku lihat. Harry menoleh kearahku sambil tersenyum namun respon dariku hanyala sebuah ekspresi heran.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang