Matahari telah menyoroti jendela kamarku. Aku membuka tirai sambil menatap sedikit cahayanya yang menyilaukan. Pagi yang cukup menenangkan. Saat aku tiba dimeja makan, ku lihat sosok Ibu yang sedang duduk disana, sibuk dengan berkas-berkas pentingnya.
“Ibu sudah pulang rupanya.” Aku mencium singkat pipi Ibu lalu duduk disalah satu kursi.
“Good morning, sayang. Maaf, Ibu lupa memberitahumu kemarin jika Ibu akan lembur.”
“Aku sudah tahu. Paman Derk yang memberitahuku kemarin.” Aku meneguk segelas susu yang ada disana, "Risa ingin membicarakan sesuatu, Bu.”
“Kamu tahu, Derk kemarin pingsan saat lembur. Penyakitnya kambuh dan penghuni perusahaan harus membawanya ke rumah sakit termasuk Ibu. Semua berkas yang harus diselesaikan kemarin terpaksa dipending karena tidak ada Derk.”
Ibu menutup wajahnya cemas. Aku bisa melihat kantung matanya, aku yakin Ibu pasti lelah semalaman. Entah, aku menjadi ingin mengurungkan niatku untuk berbicara jika aku menyerah akan Harry. Ini bukan waktu yang tepat terlebih lagi mengingat kondisi Paman Derk yang sedang sakit.
“Memangnya Paman Derk sakit apa?”
“Penyakit jantung. Derk sudah lama mengidapnya. Aku kasihan padanya, ia tidak memiliki siapa-siapa. Bahkan anaknya sendiri tidak mau tahu dan tidak peduli pada kondisinya.”
“Apa Harry setega itu pada Ayahnya sendiri?” tanyaku.
Ibu mengangkat kedua bahunya, "Mungkin. Maka dari itu, Derk memintamu untuk merubah Harry. Dia ingin Harry menjadi anak yang peduli dan baik.”
“Aku akan mencoba membantunya, Bu. Aku akan terus mencoba untuk bisa merubah Harry. Demi Paman Derk.”
“Kau memang anak yang baik, sayang.” Ibu memeluku dengan erat.
“Bu, Clarisa harus berangkat ke kampus sekarang.” aku melepaskan pelukannya. Ibu mengangguk sambil menghelus puncak kepalaku.
“Hati-hati, Sa.”
***
Hari ini mata kuliahku berakhir sampai pukul 4 sore. Melelahkan memang. Dan akan lebih melelahkan ketika aku mendapat tugas tambahan. Mengajar Harry.
Mobilku berhenti didepan rumahnya. Ku lirik jam tanganku yang kini telah menunjukan pukul setengah lima sore. Hari sudah mulai gelap di tambah lagi dengan cuaca mendung. Aku menarik nafasku beberapa kali, hingga akhirnya aku siap untuk turun.
Ku pencet bel rumah Harry beberapa kali namun belum ada yang membukakan pintu. Dan akhirnya Harry lah yang membuka pintu. Wajahnya terlihat seperti orang yang baru saja bangun tidur namun ketika ia melihatku, matanya malah membulat.
“Selamat sore, Harry.” sapaku ramah.
“Kau belum kapok untuk mengunjungiku?” Harry tertawa kecil.
“Aku sudah kebal dengan iblis."
"Kau bilang apa?"
"Oh, aku bilang, aku tidak akan lelah untuk mengunjungimu."
Harry menaikan sebelah alisnya, “Aku terima tantanganmu, candy."
Apa dia baru saja menggodaku? Ew. “Kau harus belajar, now. Dimana kita akan belajar?”
“Di kamarku tentunya. Kau masuk saja dulu, tunggu aku didalam.”
Harry membuka pintu lebar. Mempersilahkanku untuk masuk kedalam rumahnya. Aku menurut padanya. Aku meletakan semua bukuku diatas tempat tidur Harry. Seperti biasa, aku duduk diatas karpet.
Tak lama kemudian ku dengar pintu terbuka dan Harry masuk kedalam dengan shirtless. Banyak tato menghiasi lengan dan hampir separuh tubuhnya. Harry mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Kufikir Harry baru saja selesai mandi. Aku hanya menatapnya tanpa berkedip. Keren juga.
“Jangan melihatku seperti itu atau kau akan jatuh cinta?” Harry terkekeh.
"Jatuh cinta katamu?" Aku tertawa nyaring, "Yang ada aku sakit mata jika melihatmu terus menerus."
Aku langsung membuang muka dengan membuka buku asal. Harry duduk didepanku dan aku hanya menatap kakinya tanpa mendongak.
“Kau fikir aku mau melewati belajar memuakan bersamamu lagi?”
Aku mengangkat kepalaku. Harry menatapku tajam lagi, “Kufikir itu harus. Aku akan membuat ini menjadi pembelajar yang tidak membosankan.”
“Aku harus mencerna kata-katamu itu." Harry menyeringai, "Oh apa ditengah pembelajaran kau akan membuka bajumu atau kau akan—“
“Stop it! Mesum." ejekku, Bukan seperti itu yang aku maksudku, oke?"
“Kalau bukan seperti itu, itu sama saja artinya pembelajaranmu membuatku muak."
Aku tidak membalas lagi. Aku kalah telak jika harus berdebat dengannya. Harry membuka lemarinya, menarik sebuah kaos putih lalu menggunakannya dengan cepat. Aku memperhatikannya lagi. Namun ketika ia menoleh padaku, aku segera membuang muka. Cukup sekali.
“Kau tidak akan pergi kan?” Harry diam sambil menggunakan jaket kulitnya yang pernah ia gunakan tempo hari lalu. "Kau tidak boleh pergi, Harry."
Yang kudapatkan hanyalah seringaian dari Harry.
"Harry, kembali duduk!"
“Tentu aku akan pergi dan kau harus menemaniku.”
“Tidak! Tetap disini."
“Aku akan belajar namun setelah kau mau menemaniku pergi.”
“Kemana?” tanyaku. Harry terdiam namun bibirnya memperlihatkan senyuman nakal, “Apa ke arena balap itu lagi?”
Harry menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak. Kau jangan bertanya lagi. Kau hanya perlu menurutiku. Jangan membantah!”
Belum sempat aku mengucapkan sesuatu, Harry sudah menarik tanganku dengan kasar. Aku tidak bisa menolaknya lagi jika sudah seperti ini. Ku harap setelah aku menemaninya, Harry benar-benar mau belajar bersamaku.
Aku harus membuang fikiran buruk. Padahal hatiku berkata jika menerima ajakan Harry bukanlah ide yang baik. Namun aku hanya bisa berdoa di dalam hati, semoga tidak terjadi hal buruk padaku.
Namun sebenarnya kemana Harry akan membawaku pergi?
***
QOTD : Clarisa mau dibawa kemana?
Next? Vote+comments please:)
![](https://img.wattpad.com/cover/27229710-288-k636717.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Fanfiction"When you show up my world. At the time I learned love" - Clarisa Lie Rasela.