Chapter 1

10.6K 459 11
                                    

Sunday, 08.30 A.M.

Terik sinar matahari pagi mulai mencuri jalan masuk dibalik celah tirai pada jendela. Aku terbangun. Kedua mataku terbuka perlahan. Hidungku menghirup udara pagi yang begitu segar dan alami. Sesuatu hal yang berbeda dari biasanya.

Mengisi weekend selama dua hari, aku dan dua sahabatku—Glisa dan Sabila memilih untuk pergi berlibur bersama untuk melepas penat. Objek wisata yang kami pilih adalah sebuah villa yang berada di daerah pegunungan. Pemandangan indah semacam ini tentu tidak akan bisa dinikmati ditengah padatnya aktivitas kota London.

"Clarisa!" teriak Sabila dari arah perkebunan, "Petik stroberinya atau aku sendiri yang akan membuatmu bangkit dari tempat itu."

Aku mendengus pelan. Sabila mengancamku rupanya. Aku meliriknya yang masih mengawasiku dibalik kaca mata hitam yang ku gunakan. Baiklah, aku menyerah. Memilih bangkit dari tempat duduk yang kugunakan untuk berjemur dibawah terik sinar matahari yang menyehatkan.

"Clarisa!" teriakan itu kembali terdengar, kali ini terdengar sedikit lembut karena kalimat itu keluar dari bibir Glisa. "Cepat!"

"Ya, ya, aku akan mengambil keranjang. Tunggu sebentar."

Tidak mempunyai alas n lain, aku memilih untuk bergabung dengan mereka. Sinar matahari yang hangat langsung menerpa kulitku. Ternyata tak seburuk apa yang aku bayangkan. Mengingat ini adalah pertama kalinya aku mendatangi perkebunan bersama mereka, teman-temanku yang konyol layaknya anak kecil.

"Ponselmu bedering?" Tanya Glisa.

Aku diam sejak mencari sumber suara. Ketika menyadari suara itu memang berasal dari ponselku, aku pun menyerahkan keranjangku padanya. "Titip sebentar, Glis!"

"Hallo,"

Suara berat milik pria diseberang sana membuatku tersenyum. Bagaimana tidak karena aku sudah menunggu panggilan darinya sejak kemarin malam. Dia adalah kekasihku—Niall Horan. Hubungan kami sudah berjalan 5 tahun dan itu bukan waktu yang singkat, ditambah lagi kami saat ini sedang menjalani hubungan jarak jauh. Niall berada di Belanda untuk melanjutkan kuliah dan juga meneruskan bisnis orang tuanya.

"Maaf. Dengan siapa aku berbicara?" tanyaku sedikit bercanda padanya. Dia mengumpat pelan yang berhasil membuatku tertawa, "Hallo, sayang. Apa kau tahu kau sangat menyebalkan?"

"Aku tahu aku tampan dan kau merindukanku."

"Kau terlalu percaya diri." Aku berdesis pelan, "Mengapa kau menelponku disaat aku sedang sibuk? Kau tahu, aku menunggumu sejak kemarin malam."

"Aku benar-benar kelelahan, sayang. Jika boleh aku sangat ingin bergabung bersamamu untuk liburan, tapi apa yang bisa ku lakukan jika jarak memisahkan kita."

"Kau berlebihan." Aku menggelengkan kepala dan kudengar suara tawanya di seberang sana, "Nanti ku telpon lagi ya. Aku tidak ingin membuat Glisa dan Sabila marah karena aku meninggalkan mereka memetik stoberi di kebun."

"Okay, ku tunggu. Have fun and love you."

Aku tersenyum sambil menatap langit yang berwarna biru. Aku senang walau hanya dapat mendengar suaranya dari kejauhan. Jarak bukanlah penghalang.

***

"Mom, Clarisa pulang!"

Sunyi, tidak ada balasan. Aku duduk di tengah meja makan sambil meletakan semua barangku diatas lantai. Beberapa saat aku menunggu namun Ibu tidak datang juga. Aku beranjak untuk mengambil minuman dingin di dalam lemari es dan sesaat aku melihat pesan singkat yang tertempel disana.

Dear Clarisa,

Sayang, hari ini Mom akan bekerja sampai larut malam dan kemungkinan Mom akan pulang besok pagi. Mom sudah meletakan makanan di meja makan. Ada spageti dan kentang koreng kesukaanmu. Semoga Risa suka, i love you little baby- Mom.

Aku mendengus sambil menarik rambutku ke belakang. Sejak kecil aku sudah terbiasa seperti ini. Memiliki Ibu wanita karir memang membuatku sering merasakan kesepian.

***

Hari senin sudah datang. Seluruh kegiatan kembali berjalan dengan normal. Sweater berwarna putih dan celana jeans panjang menjadi outfit-ku untuk pergi ke kampus hari ini, tak lupa aku membawa tas jinjing berwana pink miliku. Mata kuliah hari ini berlangsung dengan baik namun cukup menguras pikiran.

"Kalian mau pesan apa?" tanya Glisa saat kami telah tiba di kafe dan memilih tempat duduk yang berada di dekat jendela.

"Pesankan aku moccacino. Aku yang akan menjaga tempat duduk disini. Oke?"

Mereka beranjak dan aku duduk sendirian sambil memandangi jalan raya dari balik kaca bening yang berada disebelahku. Tak lama kemudian pintu kafe berdenting memperlihat seorang pengunjung yang baru saja datang. Sudut mataku mengamatinya secara lekat. Konsentrasiku teralihkan ketika hidungku mencium aromanya menggiurkan yang berasal dari pesananku yang sudah datang.

"Aroma moccacino memang paling nikmat." Aku mengambil cangkirku namun minuman itu menjadi sedikit tumpah karena tanganku kepanasan.

"Kau memang ceroboh. Untung saja tanganmu tidak melepuh." ucap Sabila memperingati.

"Aku akan mengambil tisu sebentar."

Aku berjalan tergesa-gesa karena tidak sabaran. Lagi-lagi aku bertindak ceroboh karena menabrak seseorang yang berjalan di depanku. Untuk kedua kalinya tanganku terkena minuman panas dan kali ini rasanya sedikit perih.

"Apa kau tidak tahu cara berjalan yang benar?" tanyanya sedikit membentak dan melihat kaus putihnya yang berubah coklat akibat terkena tumpahan kopi, "Kau mengotori pakaianku!"

Aku mendongak untuk menatapnya. Dia adalah Harry, senior yang terkenal sangat galak dan mempesona. Baiklah, siapa yang tidak kenal dirinya? Bahkan hampir setiap gadis yang ada di kampus ini memujanya mati-matian.

"Maaf, aku tidak sengaja."

"Tidak sengaja katamu?!" bentaknya lagi. "Kau...—"

"Aku sudah minta maaf. Aku sudah bilang jika aku tidak sengaja. Mengapa kau masih menyalahkanku?"

"Sayang, ada apa ini?" tanya seorang gadis yang tiba-tiba datang di tengah kami. Pakaian mini, rambut pirang tergerai dan make up tebal. Aku tahu dia. Gadis bernama Losie yang notabenenya adalah kekasih Harry. Pasangan terpopuler yang menyita perhatian banyak mahasiswa.

"Apa yang kau lakukan pada kekasihku?!" gadis itu berteriak padaku, "Hey, kau itu masih junior. Jangan berani-beraninya membuat masalah dengan senior! Apa kau ingin berurusan denganku?"

Keributan itu menyita banyak perhatian. Semua orang yang ada di kafe menoleh kearahku. Aku hanya menunduk, tidak berniat untuk membalas ucapan kasarnya itu. Aku benci diperhatikan, aku benci dibentak dan aku benci mereka. Akhirnya aku memilih pergi karena merasa muak.

***

Halo! Selamat datang dibook pertama aku. Ini masih banyak kekurangan banget dalam segi penulisan dll. Jadi aku akan edit ini tanpa ngubah alur cerita biar lebih enak dibaca, beberapa chapter yang masih dalam proses editing akan aku unpublish dulu setelah lengkap aku akan kembali publish. Jadi ditunggu aja ya versi barunya:)

Bagi reader baru semoga suka dan bagi yang sudah baca boleh dibaca ulang lagi yang sudah diedit hehe. Dan book aku yg lain bisa dicek juga loh. I hope you like.

WALAUPUN BOOK INI SUDAH SELESAI TETEP VOMMENTS YA.

Terimakasih- V.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang