Chapter 13

2.1K 249 7
                                    

“Kita pergi jalan-jalan ya? Kumohon.”

Sejak kelas dimulai tadi, Glisa terus memohon padaku begitu pula dengan Sabila. Mereka merengek memintaku untuk makan siang bersama dan menghabiskan waktu bersama-sama sedangkan kesepakatan itu tidak mendukungku sama sekali.

“Baiklah, aku ikut dengan kalian. Tapi aku harus meminta izin dulu pada Harry."

“Untuk apa kau meminta izin pada Harry? Lagi pula kau bukan siapa-siapanya atau jangan-jangan kalian sudah–“

Stop, Sabila! Bukan begitu maksudku. Aku harus meminta izin karena aku tidak ingin ia mengadu yang tidak-tidak pada Ayahnya atau bahkan pada Ibuku.”

Glisa dan Sabila menatapku curiga.

“Ayolah, aku masih punya otak Glis, Bil. Mana mungkin aku melanggar ucapanku sendiri untuk tidak menyukainya."

“Mungkin.” ucap Glisa dan Sabila kompak sebelum tertawa. Sialan.

Mereka pun menarik tanganku untuk keluar dari kelas. Langkah kami terhenti ketika aku melihat Harry dan Losie yang baru saja keluar dari kelas mereka. Aku menatap Glisa dan Sabila seolah meminta izin untuk berbicara pada Harry. Dan mereka pun mengangguk.

“Harry,” panggilku sambil berjalan mendekatinya. Harry dan Losie menoleh kearahku. Harry menampakan sedikit senyumnya namun tidak dengan Losie.

“Ada apa?”

“Aku perlu bicara.”

Harry mengangguk. Ia mencium puncak kepala Losie dan memintanya untuk menunggu sebelum Harry menarik tanganku untuk maju beberapa langkah dari tempat Losie berdiri.

“Ada apa? Kau ingin ke rumahku sekarang?” tanyanya bahkan volume suaranya mengecil.

“Tidak, bukan itu. Aku kesini ingin meminta izin padamu jika hari ini aku tidak bisa ke rumahmu. Aku memiliki acara dengan teman-temanku.” ucapku. Harry malah terdiam terlihat seperti orang yang sedang berfikir.

“Boleh ya?” tanyaku lagi.

“Tidak !” tegasnya.

Aku mendengus sambil berkacak pinggang disampingnya, “Harry ayolah, aku sangat jarang berkumpul dengan Glisa dan Sabila semenjak kesepakatan bodoh yang dibuat oleh Ayahmu.”

“Terserah padamu. Jika kau ingin melakukannya, aku hanya tinggal melapor pada Ayahku dan Ibumu pasti akan mengetahui jika anaknya tidak menepati janji.”

“Harry, aku mohon.”

Aku menggenggam tangan kanannya. Entahlah, seberapa jelek aku ketika memasang tampang memelas seperti ini, aku tidak peduli.

“Baiklah, tapi dengan satu syarat.” Harry mengacungkan telunjuknya sambil menyeringai.

“Apa? Katakan saja.”

“Nanti sore kau harus tetap ke rumahku. Bagaimana?” tawarnya.

Aku mendengus kesal. Ini bukan sebuah syarat, sama saja jika ujung-ujungnya aku harus berkunjung ke rumahnya padahal aku sangat ingin cuti dari tugas sialan ini.

“Kau mau atau tidak? Jika tidak ya kau juga tidak boleh pergi sekarang.”

“Oke, nanti sore aku akan ke rumahmu. Puas?"

"Sangat puas."

Aku berjalan mendahuluinya dengan wajah lesu. Entahlah ini namanya bukan terbebas namun terperangkap dijebakan Harry brengsek itu.

“Clarisa,” panggilnya dan aku memutar tubuhku untuk menoleh. Berharap besar agar Harry membatalkan tawarannya tadi. “Have fun?”

"Yeah." Aku memutar bola mata, malas.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang