Chapter 55

2.2K 178 11
                                    

Sedikit demi sedikit masalah yang sempat melandaku terasa hilang, memudar secara perlahan sesuai waktu yang bergulir begitu lambat namun pasti. Ku pastikan diriku berpenampilan baik hari ini, menggunakan busana casual yang selalu terasa nyaman ditubuhku. Setidaknya wajah pucatku tidak tampak lagi hari ini, cukup kemarin saja.

Semua mata menatapku ketika aku menyusuri setiap lorong dikampusku, aku seolah menjadi sorotan mereka saat ini. Hal yang dapat aku cerna dibalik ini semua adalah sebuah tatapan keprihatinan yang seharusnya tak kulihat lagi. Aku sangat mengerti mengapa ini semua bisa terjadi dengan waktu relatif cepat, karena terlalu banyak orang yang meneliti setiap masalahku.

Aku selalu berusaha tersenyum pada mereka yang memberikanku sebuah reaksi baik, aku tak ingin menampakan kesedihanku lagi walau mereka telah mendengar semua kabar tentangku dan Niall. Kekhwatiranku pada diriku sendiri tak akan berangsur lama hingga berlarut-larut, Niall bisa kulupakan dan semua ini bisa kujadikan sebuah pelajaran yang memotivasiku kedepannya.

Langkahku terhenti tepat didepan kelas, ketika Glisa dan Sabila menyambutku dengan senyum lebar yang menampakan bertapa senangnya mereka melihat kedatanganku. Tangan mereka merentang, aku tersenyum sebelum berlari untuk memeluk mereka.

Finally, aku fikir kau tidak akan masuk kampus lagi hari ini.” ujar Glisa sambil memelukku lagi. Aku tersentak dan hampir dibuat tak bisa bernafas oleh mereka berdua.

“Kalian tahu, kalian itu begitu berlebihan. Aku tidak mungkin meninggalkan kuliahku hanya karena aku memiliki masalah yang seharusnya aku tak larut berada didalamnya.”

Mereka tersenyum setelah melepaskanku, Sabila meremas kedua pundakku sambil menatap kedua mataku lekat-lekat. “Kau memang selalu harus menjadi Clarisa yang seperti ini, Clarisa yang ceria. Lupakan semuanya, kau adalah gadis dan sahabat terbaik yang pernah aku temui.”

“Dan kalian adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Aku tidak akan menjadi gadis bodoh dengan menangisi semuanya, aku bersumpah. Sudahlah jangan bahas ini lagi, okay. Well, bagaimana kondisi kelas selama aku tinggalkan?” tanyaku sambil beranjak duduk dibangkuku.

Mereka duduk dibangkunya masing-masing dengan mengapit posisi dudukku yang berada ditengah, Glisa bertopang dagu diatas meja dan menoleh kearahku, “Buruk, buruk sekali, tidak ada yang bisa menandingi kecerdasanmu.”

Aku terkekeh akan pujiannya yang begitu opini, “Jangan berlebihan, aku sedang tidak butuh motivasi untuk itu. Siapa dosen yang akan masuk kelas hari ini?”

“Ku harap bukan dosen baru lagi, akan lebih baik jika Mrs.Carolate saja yang masuk kelas hari ini.” balas Sabila dan kami semua terkekeh. Menyaksikan suasana seperti ini, rasanya aku sudah setahun tak berada didalam kelas.

***

Dengan langkah ragu aku berjalan keluar kelas setelah materi pelajaran di kelas ketigaku telah usai. Hari sudah berubah siang dan ingin menuju sore, semua yang aku lalui cukup melelahkan dan aku ingin istirahat. Glisa dan Sabila sempat mengatakan jika ingin mencari Louis dan Zayn menuju kelasnya, sedangkan aku masih menunggu Harry dilorong kampus terluar.

Aku tidak paham dengan apa yang terjadi padaku, begitu terpuruk sekaligus mengesankan. Dalam hati aku kecewa pada semua hal yang menimpaku, namun sisi baiknya adalah aku bisa mengambil keputusan tanpa harus berfikir panjang kembali. Harry memang berbeda, apapun yang ada pada dirinya tak pernah ku dapati pada diri Niall. Harry begitu sempurna untuk dicintai.

Setelah beberapa menit berdiri disini dengan sejuta fikiran yang memenuhi kepalaku, ternyata Harry tak kunjung datang dan itu membuatku semakin merasa bosan. Aku memutuskan untuj beranjak menuju parkiran mobil lalu menunggu Harry tepat di depan kap mobil sport putih miliknya. Banyak orang berlalu lalang disekitar sini, yang aku fikir mahasiswa yang akan pulang sama sepertiku atau mahasiswa yang akan mengikuti kelas malam.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang