Chapter 5

2.3K 265 10
                                    

Mata kuliah hari ini telah usai.
Kini aku, Glisa dan Sabila tiba di kafe sebelum kembali kerumah masing-masing. Aku bercerita tentang kejadian semalam. Mereka hanya berkata bahwa aku ini bodoh sama seperti yang diucapkan Harry kemarin malam.

“Setidaknya itu pelajaran penting untukmu, Sa. Kau harus lebih bisa menjaga diri dari badboy semacam Harry.” komentar Sabila sambil menghisap jus alpukatnya.

“Aku sadar aku memang bodoh. Tapi aku tidak tahu akan sampai kapan bisa bertahan seperti ini. Melelahkan, kalian harus tahu itu.”

Aku mencoba tenang berusaha menyantap kentang goreng yang ada di depanku ini dengan lahap. Sebuah getaran terasa pada saku celanaku, dengan cepat aku mengeluarkan ponselku lalu membaca satu pesan yang masuk.

Paman Derk : Clarisa, temani Harry lagi ya untuk hari ini. Aku akan lembur bekerja dengan Ibumu. Terimakasih banyak atas bantuanmu.

Aku hanya mendengus kesal. Sial. Kentang yang tadinya inginku makan terasa hambar sekarang. Aku menarik rambutku yang panjang ini seperti orang frustasi. Lagi-lagi aku mendapat sebuah permohonan dan aku tidak mungkin bisa menolaknya.

“Kau baik? Pesan dari siapa? Niall?” tebak Glisa. Aku menggeleng.  

“Bukan. Ini dari Ayah Harry, aku diminta untuk menemani Harry lagi. Neraka datang lagi padaku.”

Aku menghela nafas panjang sebelum memasukkan semua barangku yang ada diatas meja kedalam tas.

“Kemana?” tanya Sabila.  

“Tidak lain tidak bukan, ya mencari si bajingan itu.” aku berkacak pinggang sambil menggeleng pasrah “Doakan aku semoga hari ini akan baik-baik saja."

“Pasti. Hati-hati, Sa. Hubungi kami jika terjadi sesuatu.” Glisa memelukku lalu bergantian dengan Sabila. Hari menangkanku sudah leyap.

Aku berdiri di koridor kampus, mencari-cari dimana keberadaan Harry. Ku putar bola mataku hingga aku menemukannya sedang berjalan kearah mobilnya bersama dengan Losie. Sudah ku bilang Losie itu seperti seperti benalu yang selalu menempel dengan Harry.

“Harry,” sapaku halus.

Harry menghentikan langkahnya tepat di depan mobilnya kemudian ia menoleh kearahku. Tatapan tajamnya lagi.

“Ada apa lagi?”

Aku memperlihatkan ponselku pada Harry dimana isinya adalah pesan dari Paman Derk. Harry berdecak kesal. Keningnya berkerut. Aku yakin ini bukan ide yang baik.

“Ada apa diantara kalian berdua?” tanya Losie sambil meliriku dan Harry bergantian.

“Sebuah perjanjian bodoh yang dibuat Ayahku dengan si cupu ini. Kau tidak perlu fikirkan ini, bahkan sesungguhnya aku tidak setuju.”

Losie terkekeh geli mendengar ucapan Harry. Tatapan mata Losie tak lepas dariku “Lebih baik kau pulang saja sana. Harry bersamaku hari ini.”

Tak mendapatkan respon apaoun dari Harry berarti jawabannya tidak. Sesungguhnya ini yang kuharapkan. Aku putuskan untuk melangkahkan kakiku menjauh tanpa menatap kearah mereka sedikit pun.

“Tunggu!" Aku memutar tubuhku saat Harry berteriak, "Kau ikut dengan kami.”

Losie tampak tak terima lalu Harry seperti membisikan sesuatu padanya. Oke, aku paham. Ide konyol pasti melintas dipikirannya untuk mengerjaiku lagi.

“Tapi kau yang menyetir mobilnya.” Harry melemparkan kunci mobilnya kearahku. Itu spontan langsung membuatku menangkapnya.

“Mengapa harus aku? Kau sendiri bisa menyetir, bodoh.”

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang