Kepalaku terasa begitu berat ketika aku mulai tersadar dari tidurku. Badanku terasa panas dan terasa lemas untuk bergerak. Ku lirik langit-langit kamarku dengan mata yang hampir tak bisa terbuka utuh karena sembab. Aku kembali ingat semuanya, semua masalah yang aku alami kemarin malam. Rasa sakit dikepalaku semakin mejadi-jadi ketika aku benar-benar mengingat semuanya.
Aku menemukan Harry yang sedang tertidur disofa yang ada didalam kamarku, menyandarkan punggungnya pada punggung sofa dengan posisi duduk sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Aku duduk sebentar sebelum menginjakan kakiku diatas lantai, sebisa mungkin aku melawan rasa sakit pada kepalaku.
Aku duduk disamping Harry tanpa mengganggunya sedikit pun, ku temukan wajahnya yang tampak lelah, aku selalu menyukai pemandangan ketika dia sedang tertidur lelap, itu adalah bagian favoritku. Mengingat hal kemarin yang telah terjadi, aku menjadi tidak yakin adanya kita. Aku merasa takut dikecewakan oleh seseorang yang sudah aku beri kepercayaan utuh. Semua terasa mustahil mengingat Niall berprilaku setega itu setelah sekian lama kami bersama. Dan kini, aku sedikit memiliki keraguan untuk membuka hati. Aku hanya takut terluka dan kecewa.
Ingin rasanya aku menggerakan jemariku diwajah tampannya yang tampak begitu kelelahan, namun aku tidak mengurungkan semua niatku, aku masih sedikit dibuat kecewa olehnya. Tak ingin mengganggu tidurnya, aku pun melangkah perlahan demi perlahan lalu duduk didepan kursi meja riasku.
Rambutku kusut, wajahku pucat, mataku sembab, bibirku kering, semua keburukan terlihat jelas diwajahku dari pantulan cermin. Tak ku pungkiri air mataku menitih lagi ketika menatap sebuah figura yang menampakan fotoku bersama Niall. Tak segan-segan aku langsung mengambilnya lalu melemparkannya kebawah lantai sehingga menimbulkan suara pecahan yang sangat keras. Aku menangis lagi, aku buruk sekali pagi ini.
"Clarisa?" suara Harry terdengar jelas, tampak terkejut. Dia melangkah mendekat dan aku menutup wajahku dengan telapak tangan, "Apa yang kau lakukan sepagi ini, Clar? Astaga."
"Jangan dekati aku, Harry. Aku sudah katakan kau tidak perlu peduli padaku."
Harry melewati pecahan kaca yang ku buat dilantai dan sekarang dia tepat berdiri disampingku, dia menarikku kedalam pelukannya sehingga aku yang sedang duduk bisa bersandar didada bidangnya. "Kau tidak boleh seperti ini lagi. Aku disini karena aku peduli padamu. Aku mengkhawatirkanmu sepanjang malam."
"Kau hanya berpura-pura. Semua pria sama, kau dan Niall sama saja. Aku benci semuanya. Semua mengecewakanku, menyakitiku!"
"Tenangkan dirimu, Clar. Kau sedang sakit. Suhu tubuhmu tinggi sekali sejak kemarin malam."
Harry menarikku sehingga aku bangkit dari dudukku. Aku dapat merasakan kakiku yang bergetar hebat, lemas sekali rasanya. Harry membawaku kedalam pelukannya sehingga aku bisa menghabiskan air mataku pada pundaknya. Aku tidak memberontak, aku butuh ketenangan.
"Harry, aku benci semua ini." Aku merintih dengan nafas terengah. Harry menjalankan tangannya naik turun diatas punggungku, menghantarkan sedikit ketenangan untukku.
"Aku tahu ini semua menyakitimu, Clar. Aku bisa merasakannya karena aku pernah mengalami hal yang sama tepatnya dulu. Pantasnya kau biarkan saja aku menghabisi bajingan itu kemarin, kau tidak perlu mencegahku."
Aku meruntuk didalam hati, aku memang masih sakit hati karena ulah Niall padaku. Namun semua rasa sakitnya tidak sebanding dengan apa yang aku lihat kemarin malam, ketika Harry memeluk Jesy dan Harry mengatakan jika dia merindukan Jesy. Hal itulah yang mengganjal difikiranku dan menyakitkanku. Aku sudah mencoba mengikhlaskan Niall namun sekarang aku merasa sulit untuk mempercayai jika Harry benar-benar mencintaiku.
"Kau yang menyakitiku, Harry." bisikku. Harry melepaskan pelukannya dan kini dua tangannya berada dikedua bahuku. Matanya menyipit seketika.
"Aku menyakitimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Fiksi Penggemar"When you show up my world. At the time I learned love" - Clarisa Lie Rasela.