Chapter 16

2.3K 241 2
                                    

Harry duduk santai di sofa ruang tamu setelah aku kembali masuk kedalam. Sudah terasa seperti rumah sendiri baginya. Harry terlihat sedang memainkan ponselnya dan aku duduk dipinggir sambil terus memperhatikannya.

"Mengapa melihatku begitu?" tanya Harry setelah memasukan ponselnya ke dalam saku celana.

"Sebenarnya kau mau apa?" tanyaku.

Harry tak menggubris ucapanku, ia hanya memperhatikanku dengan lekat dan semakin dekat. Aku sempat terhanyut sebentar dalam mata hijaunya.

"Ceritakan masalahmu padaku."

"Tidak perlu. Masalahku bukan masalahmu."

"Baiklah, kalau begitu ceritakan apa yang Losie lakukan padamu tadi siang. Ini perintah."

Aku terdiam sebentar sambil membayangkan kejadian yang menjengkelkan tadi siang itu dan akan lebih baik jika Harry mengetahui kelakuan kekasihnya.

"Dia menuduhku menggodamu karena gosip sialan itu. Dia mengataiku jalang. Sebaiknya kau jelaskan semuanya sebelum Losie menuduhku yang bukan-bukan. Dia salah sangka."

"Dia mengataimu jalang?" Aku membalas dengan anggukan. "Kau tidak perlu memikirkannya, Losie memang begitu. Mungkin dia lah yang lebih tepat dikatakan jalang?"

Aku sontak kaget mendengar pernyataannya. Bahkan Harry mengatai kekasihnya sendiri dengan sebutan jalang. Oke, aku pikir Harry berpihak padaku.

"Mengapa kau berkata seperti itu? Losie itu kekasihmu."

"Untuk apa aku membuat opini jika faktanya memang seperti itu."

Kami kembali terdiam dengan mata yang saling bertatapan. Aku seakan tidak percaya dengan apa yang diucapkan Harry. Sampai sebuah deringan yang bersumber dari ponselku terdengar. Membuatku melepaskan tatapanku darinya dan buru-buru mengambil ponselku.

"Niall?" aku sedikit terkejut melihat nama Niall yang tertera diponselku. Sebuah senyuman kecil kembali terhias dibibirku. Akhirnya.

"Ayo angkat." perintah Harry sambil melirik kearah ponselku.

"Namun kau harus janji tidak akan berbicara sepatah katapun ketika aku sedang menelepon."

Harry menganggukan kepalanya pelan sambil kembali bersender di pinggiran sofa.

"Risa," suara Niall terdengar pelan. Aku manarik nafasku berulang kali untuk dapat mengeluarkan suaraku yang gemetar.

"Niall, maafkan aku."

"Aku tidak marah padamu. Glisa dan Sabila sudah menjelaskan semuanya padaku. Aku hanya kecewa karena kau tidak mau jujur padaku."

"Aku melakukannya untuk menjaga perasaanmu. Aku hanya takut jika kau marah seperti sekarang ini."

"Hubungan akan berhasil asalkan kita saling terbuka satu sama lain."

"Ya. Aku salah, maafkan aku."

"Aku sudah memaafkanmu. Sudah, kau jangan menangis. Aku tidak marah, aku menyayangimu." suara Niall yang tenang dan tulus membuatku kembali tersenyum.

"Aku juga menyayangimu, Niall."

"Aku tahu itu. Oh ya, kau sedang dimana sekarang? Tidak sedang pria bajingan itu kan?"

Aku kembali mematung setelah mendengar pertanyaan Niall. Aku melirik kecil kearah Harry dan Harry juga memperhatikanku bahkan mungkin sejak tadi. Dilema menghantuiku lagi. Aku ingin jujur namun aku sangat takut jika Niall marah besar mendengar aku sedang bersama Harry.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang