Chapter 63

1.6K 154 7
                                    

-Clarisa's POV-

Dengan perlahan aku membuka kedua mataku, mengerjapkan beberapa kali bulu mataku yang mengantarkan efek panas pada mataku yang membengkak sejak beberapa hari yang lalu. Kuhirup udara dalam-dalam, mengeksplorasi oksigen yang masuk kedalam paru-paruku, membuat perasaanku sedikit terasa sejuk pagi ini. Bagaimana pun aku mencoba bangun dari mimpi buruk ini, tetap saja akan gagal karena aku memang berada didalam dimensi yang nyata, bukan hanya sekedar mimpi buruk semata.

Aku menginjakan kakiku diatas karpet beludru dan berjalan mendekati sebuah cermin besar. Bayangan yang terpantul dari cermin menampakan betapa buruknya aku sekitar lima hari belakangan ini. Tak terasa lima hari sudah kejadian itu berlalu dan tetap saja aku tidak bisa menenangkan diriku seutuhnya.

Setelah kejadian malam itu, aku memilih untuk pergi dari masalahku, menghindari semua orang yang berada disekelilingku. Pecundang? Mungkin kata itu memang pantas untuk ku karena aku lari dari sebuah masalah. Namun aku bersyukur penemukan sebuah perumahan kecil yang bisa kusewa dengan uangku sendiri, bahkan disinilah tempatku mengurung diri tanpa melakukan interaksi sosial dengan siapapun.

Perlahan, jemariku mulai bergerak meraih ponselku yang berada disebuah meja kecil yang digunakan untuk menempatkan lampu tidur. Selama itu pula aku mematikan ponselku agar tak ada satu orang pun yang bisa menghubungiku ataupun melacak keberadaanku. Dan sekarang kurasa aku harus kembali membuka diri dengan peduli pada keadaan disekitarku. Aku bukan orang yang tidak memiliki rasa peduli.

Setelah layar ponselku menyala aku banyak menerima notifikasi pesan yang masuk, puluhan bahkan ratusan namun aku tak akan membukanya. Semua hanya semakin menyakitkanku. Aku mulai mencari nama seseorang pada kontakku dan menghubunginya dengan cepat. Ini memang masih pagi dan aku tidak yakin jika dia akan menjawab panggilanku. Aku hanya merasa bersalah karena meninggalkan tugas yang seharusnya aku kerjakan.

"Hallo..."

"Clarisa?" ujarnya nyaris berteriak tidak percaya.

"Hei Nola, rupanya kau masih mengingat suaraku ya."

"Oh astaga, berapa lama aku sudah tak mendengar suaramu? Sungguh, aku merindukanmu. Kau kemana saja? Banyak orang yang mencarimu dan mendatangiku ke restaurant."

"Aku ada disebuah tempat namun nanti aku akan kembali. Aku menghubungimu karena aku begitu merasa bersalah, aku merasakan lalai dalam menjalankan tugas yang Liam berikan untukku. Aku begitu merepotkanmu, maaf."

"Tidak, tidak, kau tidak perlu meminta maaf. Aku tahu kau sedang ada masalah dan sudah sepantasnya kau menennagkan diri. Tetapi alangkah baiknya jika kau kembali, tidak baik menghilang terus-menerus. Aku merindukan keberadaanmu ketika menemaniku di restaurant, Clarisa."

Aku terkekeh dengan butiran air mata yang mulai menitih dipipiku, aku terharu menyadari ketika masih banyak orang yang peduli padaku. "Aku berjanji padamu akan kembali. Aku akan membantumu mengelola restaurant namun tidak untuk saat ini, aku masih butuh waktu menangkan diri. Apa kau merasa keberatan?"

"Tentu saja tidak. Aku bisa mengerjakannya. Kau tenang saja, aku tidak akan mengatakan apapun pada Liam mengenai ini. Jadi cepatlah kembali, aku merindukanmu."

"Iya, Nola. Terimakasih banyak atas pengertianmu. Aku akan kembali, itu pasti. Sekarang mungkin sampai disini dulu pembicaraan kita. Da-ah."

Aku langsung memutuskan panggilan ketika Nola masih ingin melanjutkan kalimatnya. Tangisanku kembali terisak sekarang, ruangan ini hanya penuh dengan isak tangisku. Setelah mendegarnya, aku merasa sedikit lebih tenang. Sekarang aku meyakini jika diriku membutuhkan seseorang untuk mengadu, aku butuh seorang teman. Dengan sigap, aku mengambil kembali ponselku dan mengetik sebuah pesan singkat.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang