Chapter 12

556 77 4
                                    

L U C Y POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

L U C Y POV

Berbulan-bulan kemudian telah berlalu, sejak hari terindah ku dan Ryan di gelar aku sangat bahagia.

Aku semakin bisa merasakan sebesar apa cinta yang Ryan miliki untukku. Aku semakin bisa merasakan kasih sayang dan cinta itu, sesuai dengan yang aku harapkan yaitu mendapatkan perhatian dan pengertian penuh dari pasangan.

Jika ia bisa mengatakan bahwa dirinya sangat beruntung bisa memilikiku, lalu aku bisa mengatakan bahwa hidup, cinta dan harapanku terpenuhi dengan sempurna oleh dirinya. 

Aku sangat percaya padanya, bahwa ia akan terus berada di sisiku dan memperlakukanku dengan baik.

Bukti kecilnya adalah seperti kegiatan ku pagi ini yang harus menjadi kegiatan utamaku sehari-hari. Aku tidak terbiasa memasak makanan yang serius dan konsisten sejak dulu.

Selama aku tinggal sendiri, aku hanya makan makanan yang aku pesan dari restoran cepat saji atau jika membuat sendiri ... Aku hanya membuat ramen dan nasi goreng. Tidak lebih.

Dan sekarang aku bukan lagi memasak makanan gosong, berantakan tidak berbentuk dan tidak memiliki cita rasa yang nikmat sama sekali lagi untuk ku lahap sendiri. Mulai saat ini aku harus membiasakan diri untuk memasak makanan yang rapi, enak dan pas dalam segala hal.

Mulai sejak awal aku membuatkan sarapan untuk Ryan, rasanya seperti menjatuhkan harga diriku ke atas lantai dalam sekejap. Aku menyodorkan sepiring nasi goreng gosong dan berantakan di atas meja untuk suamiku yang pasti selalu mendapatkan makanan yang enak di rumah orang tuanya.

Oh, rasanya sangat memalukan dan sepertinya aku ingin mengubur diriku saja dalam-dalam.

Tetapi perasaan itu seketika menghilang ketika Ryan menghadapi segala situasi yang ada dengan bijak dan terkesan santai. Tidak membuatku tersinggung sedikitpun, aku berdecak kagum padanya untuk banyak hal.

"Aku mencintaimu, aku menikahimu bukan untuk membuatkan masakan yang enak untukku. Tapi aku ingin membina rumah tangga bersama mu dan memiliki anak yang lucu bersama-sama." Ia selalu mengatakan hal-hal manis seperti itu ketika aku merasa gagal dan kecewa pada diriku sendiri sembari memeluk tubuhku erat.

Ia selalu memiliki berbagai macam cara untuk memberikan energi untukku.

Aku akan membutuhkan waktu yang panjang hanya untuk menjelaskan betapa sempurnanya Ryan untukku.

Yang jelas adalah ... Aku beruntung.

Hari demi hari begitu ku lewati dengan bahagia bersama Ryan, ia membuat atmosfer di dalam rumah berukuran lumayan besar yang Ryan beli secara sengaja dengan pengorbanan yang ia lakukan begitu banyak untukku dan anak-anakku kelak itu terasa hangat.

Aku yang tidak ingin terus mempermalukan diriku sendiri di depan suamiku-pun memutuskan untuk mulai mengikuti kursus masak.

Waktuku sangat kosong dan aku tidak bisa menyia-nyiakannya. Ryan benar-benar melarangku untuk bekerja, ia hanya ingin aku menjadi istrinya yang baik dan cukup menggunakan uang yang ia miliki dengan bijak.

Dan di pagi ini, aku ingin membuat suamiku terkesan dengan keahlian baruku.

.
.
.

A U T H O R POV

"Ryan?" Teriak seorang wanita memanggil Ryan setelah membenahi posisi piring-piring dan gelas di atas meja makan miliknya dengan senyum dan hati yang bahagia.

"Sebentar sayang!" Timpal Ryan dari arah kamar miliknya dan wanita bernama Lucy yang merupakan istrinya itu. Hingga tidak lama kemudian terlihat Ryan menuruni tangga dengan kemeja rapi di tubuhnya. Ia terlihat begitu tampan dan gagah walaupun tidak menggunakan dasi dan jas hitam yang dulu biasa ia kenakan di tubuh kekarnya hampir setiap hari.

Ryan menebar senyum lebarnya ke arah Lucy yang tengah menatapnya kemanapun Ryan melangkah. Hingga Ryan berada tepat di hadapan Lucy, Ryan meraih dagu Lucy dan mencium bibirnya dengan lembut. "Morning babe." Suara serak dan khas ala Ryan sukses membuat Lucy secara sekejap merinding. Lucy fikir suaminya benar-benar sangat berkharisma.

"Ayo sarapan, kau pasti sangat lapar karena kemarin malam kau langsung tidur." Ujar Lucy dengan suara lucu dan lembutnya. Suara Lucy yang seakan memiliki ciri dan karakter tersendiri itu menjadikan salah satu alasan mengapa Ryan begitu menyukai setiap inci dan setiap bagian dari diri Lucy.

Ryan tersenyum lebar lagi menampilkan deretan gigi-giginya yang begitu rapi pada Lucy. Ia tertawa kecil dengan kekaguman yang begitu jelas terpampang di wajahnya. Ryan benar-benar memuji bagaimana Lucy merapikan dan menata meja makan dengan sangat baik dan benar. Apalagi menu makanan yang Lucy buat selalu membuat Ryan melupakan keberadaan enam kotak di perut nya yang bertato. Lucy selalu berhasil membuat setiap hidangan yang ia buat terlihat begitu menggiurkan.

Ryan memilih posisinya seraya ia menggosok-gosokkan kedua tangannya. "Well, darimana aku harus memulai?" Tanya Ryan membuat Lucy terkekeh.

"Kau bisa menyantap apapun yang ada di depan matamu, Ryan. Aku istrimu, aku sengaja mencoba banyak hal baru untuk mu. Jadi cobalah." Balas Lucy membuat Ryan tersenyum kecil. Tidak, senyum diwajahnya lebih tepat di katakan sebagai seringaian yang sepertinya sudah tidak asing lagi bagi Lucy. Lucy tahu kemana arah pembicaraan ini akan melaju.

"Kalau begitu, aku bisa menyantapmu sekarang karena kau berada di depan mataku sekarang." Celetuk Ryan membuat Lucy menyembunyikan wajahnya yang mungkin saat ini memerah akibat rayuan Ryan dengan melihat ke arah jari jemarinya yang ia daratkan di atas meja makan.

Terdengar kursi bergerak di atas lantai membuat Lucy yang tahu bahwa Ryan tengah melangkah menghampirinya itu merinding. Gugup yang ia rasakan begitu gencar memenuhi tubuhnya. Hingga sebuah deheman dan rengkuhan dari tangan besar di pinggangnya membuat Lucy menoleh ke sumber suara dan sentuhan menggoda itu.

Tangan itu bergerak menarik tubuh Lucy agar lebih dekat dengan pemilik lengan besar yang kini mulai meremas bokong Lucy dengan penuh nafsu. "Kau ingin bermain sebelum aku berangkat, Lucy?" Tanya Ryan menggoda Lucy dengan membisikkannya di salah satu telinga Lucy dan menggigitnya kecil, membuat Lucy memejamkan kedua matanya dan berdehem menahan suaranya yang dapat membuat Ryan menyerangnya kapan saja ketika Lucy mengeluarkan suara erotis itu.

"Kau harus bekerja, kau bisa terlambat-"

"Aku tahu kau ingin." Ujar Ryan dengan napas yang sedikit memburu. Lucy tertarik. Ia menggerakkan jari jemarinya di dada bidang Ryan dengan gerakan naik turun membuat napas Ryan semakin memburu.

"Aku ingin, aku janji akan memberikannya padamu nanti malam." Bisik Lucy kali ini. Ryan tersenyum kemenangan ditengah terpejamnya kedua matanya. "Aku juga menginginkanmu, aku merindukan keberadaan mu yang begitu hangat." Lanjut Lucy sebelum ia mengusap bibir tipis Ryan dengan ibu jari nya dan menciumnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang