Chapter 20

622 86 8
                                    

L U C Y POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

L U C Y POV

Tangan ku yang tengah membawa nampan berisikan segelas teh hangat itu gemetar, membuat piring kecil dan gelasnya itu saling berdentum kecil dan menimbulkan suara yang tidak nyaman di dengar.

Hingga akhirnya aku bernapas lega ketika kedua kaki ku telah sampai di hadapan meja dan menaruh minuman di sana.

"Minumlah sedikit, setidaknya dirimu akan merasa sedikit lebih baik." Ujarku dan ia beranjak dari bersandarnya.

"Terima kasih." Aku membalasnya dengan tersenyum.

Aku menunduk menatap ke arah lain agar menghindari kontak mata dengannya yang mungkin akan membuat suasana di ruangan ini semakin aneh nantinya.

Ia menaruh gelas yang telah habis di teguk olehnya setengah ke atas meja. "Kau benar, teh hangat sudah cukup menenangkanku."

Lagi-lagi aku hanya tersenyum.

Namun tiba-tiba ia beranjak dari duduknya, "Terima kasih untuk teh hangatnya, aku pulang." Ujarnya dan aku mengangguk sambil melangkah mengikutinya hingga ambang pintu.

Di ambang pintu inilah aku selalu melambaikan tanganku padanya setiap pagi bersama senyum terlebar ku setelah ia mengecup keningku dan bibirku kilat kemudian menaiki mobilnya.

Kali ini berbeda, ia terus melangkah hingga ia benar-benar berada di dalam mobilnya dan menancap gas meninggalkan pekarangan rumah.

Aku menghela napas.

Dan lagi-lagi terisak. Apakah aku bisa melewati hari-hariku dengan semua hal menyakitkan ini?

"Aku merindukanmu Ryan, aku sangat merindukanmu." Isakku.

Aku menutupi bibir yang bergetar dengan punggung tanganku.

Kedua kakiku melangkah untuk kembali ke dalam rumah dan mengunci pintu. Hingga tiba-tiba mataku menemukan sesuatu.

Jas milik Ryan tertinggal di atas sofa ku. Astaga! Bagaimana bisa aku lupa mengembalikan jas itu padanya?

Aku mendaratkan bokong di atas sofa, tepat dimana sebelumnya Ryan menempatinya. Tanganku meraih jas miliknya dan aku tersenyum. Kedua tanganku membawa jas itu untuk menutupi wajahku yang basah, membiarkan indra penciumanku menghirup aroma tubuh Ryan dalam sekaligus meredam suara isak ku yang semakin menjadi.

.
.
.

Mataku menatap gedung tinggi di hadapanku saat ini.

Aku menghela napas sembari menatap paper bag berisikan jas milik Ryan yang telah ku cuci sebelumnya di genggamanku. 

Aku melangkah dengan pasti memasuki area lobby dengan jantung yang berdebar. Aku tidak memiliki janji temu sebelumnya dengan Ryan, apakah aku masih boleh menemuinya?

Aku kembali bertemu dengan wanita resepsionis itu, "Nona Lucy?" Kedua mataku membelalak ketika aku belum mengatakan apapun padanya.

"Y-ya. Bisakah aku bertemu dengan Pak Ryan?" Jawabku terbata-bata.

My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang