Chapter 4

829 99 4
                                    

FlashbackON1 Tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FlashbackON
1 Tahun yang lalu ...

"Kau yakin ingin menonton film horror?" Tanya Lucy dengan jantung yang berdebar. Dengan mantap Pia mengangguk sambil meraih dua tiket yang kini telah berpindah tangan.

"Kau yang mengatakan padaku 'apapun hukumannya akan ku terima'." Ujar Pia sambil mencoba mengikuti cara bicara Lucy beberapa jam yang lalu ketika kalah bermain UNO Stacko di rumah Lucy.

"Ah astaga terkutuklah aku!" Keluh Lucy membuat Pia tertawa lepas melihat betapa ketakutannya sahabatnya itu.

"Oh ayolah, durasinya hanya 2 jam. Itu tidak akan terasa sama sekali." Ujar Pia menepuk salah satu bahu Lucy.

Tidak lama kemudian, Pia dan Lucy sama-sama memasuki salah satu teater dan duduk di kursi yang telah dipilih oleh Pia sebelumnya.

Ternyata apa yang Pia katakan beberapa waktu yang lalu benar. Film yang akan Pia dan Lucy saksikan saat ini sepertinya sangat populer, karena teater ini sangat penuh. Bahkan sepertinya sudah tidak ada lagi kursi yang tersisa.

"Kau yakin durasinya 2 jam?" Tanya Lucy membuat Pia yang tengah menyeruput soda di tangannya mengangguk.

"Kenapa? Kau tidak akan lari keluar teater dan mempermalukan ku kan?" Tanya Pia yang dengan cepat langsung di sambut gelengan kepala Lucy yang sebenarnya bermakna sebaliknya.

Pia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagus. Duduklah dan nikmati filmnya." Tutur Pia kembali membuat dirinya nyaman di kursinya.

Tidak lama kemudian, semua lampu yang ada di dalam teater meredup dan mati total. Tidak ada cahaya lain selain dari sebuah layar yang akan menayangkan film horror yang begitu populer itu.

Dalam waktu bersamaan, tiga orang pria yang baru hadir melangkah menuju tiga kursi kosong yang berada tepat di samping Lucy.

Sepanjang film di putar, Lucy terus menunduk. Ia hanya akan melihatnya secara diam-diam walau hal itu masih membuatnya begitu terkejut dan berteriak.

Hingga tidak lama kemudian, sebuah scene dimana jump scare di tayangkan Lucy bersama sebagian besar penonton di dalam teater menjerit ketakutan.

Lucy memekik nyeri ketika pergerakan spontan ketika ia terkejut membuat kepalanya menghantam seorang pria di sampingnya yang kini tengah menatap Lucy dengan tatapan yang sulit Lucy jelaskan. "M-maafkan aku." Gumam Lucy yang ia yakini jika pria itu tidak akan bisa mendengarnya.

Dan setelah insiden itu, akhirnya Lucy lebih mencondongkan tubuhnya ke arah Pia di sisi kirinya hingga film selesai diputar.

. . .

"Kau tahu? Wanita di atasku melempar pop corn ke udara hingga mengenai rambutku. Benar-benar sialan." Celoteh Pia kesal mengenai apa yang baru saja ia lewati di dalam teater.

Lucy hanya menghembuskan napasnya sebelum akhirnya Pia menghentikan langkahnya. "Aku harus ke toilet untuk membersihkan rambutku, kau ingin ikut?" Tanya Pia dan dengan cepat Lucy menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku akan menunggumu disini." Ujar Lucy membuat Pia dengan segera melangkah memasuki toilet wanita di dekatnya.

Lucy yang mulai merasa bosan pun hanya berdiri dan bersandar di dinding sembari menunggu Pia menyelesaikan aktivitasnya untuk membersihkan rambutnya yang terkena bumbu pop corn.

Sesekali ia menghembuskan napasnya kasar ketika beberapa tayangan yang sangat seram di sepanjang film horror itu di putar kembali melintas di dalam benaknya.

Ia bergidik ngeri ketika suara-suara menyeramkannya juga ikut terlintas di dalam fikirannya. "Oh sialan!" Lucy mengumpat sembari menepuk dahinya.

Lucy dengan segera mencari keberadaan ponsel miliknya untuk menghibur dirinya sendiri. Namun sial ia tidak menemukan keberadaan benda pipihnya itu di dalam saku ataupun tasnya. "Oh sial! Dimana ponselku?" Pekik Lucy sembari masih meraba jaket dan melihat kembali isi tasnya.

Namun tiba-tiba, kedua matanya membelalak ketika ponsel miliknya melayang tepat di depan wajahnya. Tidak, benda itu tidak melayang. Melainkan seseorang yang tengah menunjukkan benda itu pada Lucy.

"Ini milikmu kan?" Tanya pria bertubuh tinggi dan cukup berotot di bagian lengannya itu pada Lucy. Lucy menatapnya terlalu intens hingga ia sulit menelan ludahnya.

"Ah, ya. Itu milikku." Jawab Lucy setelah ia tersadar dari lamunannya sembari meraih ponselnya dari tangan pria asing itu. "Kau menemukannya dimana?" Tanya Lucy.

"Aku menemukannya di kursi mu tadi, kau beruntung masih berada disini hingga bertemu denganku." Tutur pria bernama Ryan itu sembari menebar senyum terbaiknya.

"Kursi ku?" Lucy berusaha memutar memorinya. Hingga tidak lama kemudian ia kembali menatap pria di hadapannya dengan mata yang membelalak. "K-kau yang tadi ..."

Ryan tertawa membuat lubang di kedua pipi nya itu tercetak indah. "It's ok. Kepala ku baik-baik saja, bagaimana dengan kepalamu?"

Lucy menggaruk pelipisnya yang tidak gatal menahan rasa malu di dalam hatinya. "Kepala ku baik-baik saja. Sungguh, maafkan aku. Aku sangat tidak terbiasa menonton film horor. Aku harus menjalani hukuman dari temanku ... Ya, jadi begitulah singkat ceritanya." Lucy berceloteh tanpa ada yang mempertanyakannya hingga membuat Ryan merasa gemas pada wanita polos di hadapannya.

"Tidak masalah, lagipula film tadi sangat populer. Kau tidak akan menyesalinya." Timpal Ryan membuat Lucy mengangguk-anggukkan kepalanya, walau di dalam hatinya Lucy sesungguhnya sangat-sangat membenci film bergenre horor. "Aku Ryan."

Lucy menatap uluran tangan itu sebelum akhirnya melirik wajah Ryan yang tengah melempar senyuman lebar ke arahnya. "Aku Lucyana, kau bisa memanggilku Lucy." Balas Lucy membuat Ryan merasakan kemenangan.

Cukup lama keduanya saling menggenggam tangan satu sama lain tanpa melepaskan tatapan dan senyumannya. Hingga tiba-tiba suara klakson mobil yang di tekan berkali-kali itu membuat Lucy dan Ryan saling melepaskan tangannya dengan canggung.

"Yo bro! Sampai kapan kau akan berdiri disana?" Teriak salah satu pria dari 3 orang yang berada di dalam mobil dengan kap terbuka. Mereka terlihat menertawakan Ryan yang mulai canggung.

Ryan tertawa sembari menatap Lucy kembali. "Mereka teman-temanku, aku harus pergi." Ujar Ryan membuat Lucy menganggukkan kepalanya.

Tiba-tiba jantung Lucy berdebar ketika Ryan mendekatkan wajahnya ke salah satu telinga Lucy hingga aroma mint di tubuh Ryan itu dapat Lucy cium secara jelas. "Aku sudah menyimpan nomor ku di ponselmu, hubungi aku." Ujar Ryan sebelum akhirnya kembali menarik tubuhnya dan mengedipkan salah satu matanya ke arah Lucy. Ryan melenggang pergi dan menaiki mobil berwarna kuning bersama teman-temannya untuk pergi ke lokasi hangout selanjutnya.

"Lucy? Kau bicara dengan siapa tadi?" Tanya Pia mengejutkan Lucy yang dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang