Chapter 80

569 53 2
                                    

L U C Y POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

L U C Y POV

"Operasinya berjalan lancar, untung saja tidak ada organ inti yang terluka. Jadi tenang saja, sebentar lagi pasti ia akan segera sadar." Hatiku mencelos lega.

Tubuhku terduduk kembali di atas kursi ketika ikatan yang melingkar di tubuhku seakan terlepas dan membuatku kembali bisa bernapas lega.

Aku menatap ubin dengan tatapan kosong. Aku bahagia, sangat bahagia.

Hanya saja rasa kesal ku belum hilang walaupun wanita gila itu akhirnya masuk ke dalam penjara atas tuduhan percobaan pembunuhan. Rasanya bibirku belum puas untuk meracau di depan wajahnya.

"Apa kau ingin sesuatu? Kau belum makan sama sekali sedari tadi." Tukas Pia membuatku menggeleng.

"Aku tidak lapar sama sekali." Ujarku apa adanya.

Yang ada di dalam fikiranku hanyalah Ryan, Ryan dan Ryan.

Aiden dan Aina telah aman berada di rumah Neneknya bersama James dan tentunya beberapa bodyguard milik keluarga Ryan.

Untuk saat ini yang perlu ku fikirkan hanyalah Ryan. Aku sangat mencemaskannya.

Darah yang mengalir banyak dari luka nya beberapa waktu lalu itu selalu berputar di dalam fikiranku. Aku sangat tidak bisa menerimanya terluka seperti itu.

"Kau tidak ingin masuk? Sebentar lagi pasti Ryan sadar." Tukas Henry. Aku mengangguk kecil sebelum beranjak dari kursi tunggu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.

Henry mendahului ku untuk membuka pintu, sedangkan Pia masih setia merengkuh bahuku yang terasa sangat berat.

Dan benar saja, tubuhku rasanya seperti akan terjatuh lagi ketika melihat Ryan yang tertidur lemah di atas ranjang rumah sakit.

"Astaga ..." Keluhku sambil sedikit terisak.

Dengan segera Pia dan Henry membantuku melangkah menuju sebuah kursi yang terletak tepat di samping ranjang.

Tanganku bergerak meraih lengannya dan menggenggamnya erat. "Sayang, bangun ..." Lirihku sembari mengecup punggung tangannya berkali-kali.

"Buka matamu Ryan. Aiden dan Aina pasti sangat merindukanmu dan mencemaskanmu." Lirihku lagi sembari menempelkan tangannya itu di dahiku.

Kedua mataku terpejam, mencoba membiarkan fikiranku sedikit ringan.

"Maaf karena membuatmu berada dalam bahaya ... Kalau saja aku tidak merebut Aina secara paksa, mungkin kau tidak akan terluka." Aku menangis ditengah sunyi malam. Rasa bersalah itu terus menggerogoti tubuh dan hatiku.

"Kami akan menunggu diluar." Tukas Henry mengusap salah satu bahuku bersama Pia sebelum akhirnya terdengar pintu itu berdecit di belakangku.

Aku tidak mampu bergerak banyak. Sepertinya aku terlalu lelah dan shock. Aku masih menyandarkan wajahku di tangan Ryan yang terpasang selang infus sambil tanpa bosan menciuminya.

My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang