Chapter 27

583 85 8
                                    

L U C Y POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

L U C Y POV

Aku menyalakan saklar lampu yang rupanya masih berada di posisi yang sama seperti terakhir kali aku meninggalkan rumah pagi tadi.

Rasanya sangat lelah ketika berdiam diri di kantor tanpa tugas yang pasti. Henry benar-benar berusaha membuatku untung, tetapi entah mengapa aku tidak merasakan hal yang semestinya.

Justru malah muncul perasaan tidak enak dan kurang nyaman, bagaimana bisa aku lelah hanya karena duduk di kursi ku seharian lalu mendapatkan gaji bulanan?

Aku harap Julie tidak marah padaku, karena Henry mengatakan padaku Julie tetap dipekerjakan di Head Company. Hanya saja ia menjadi karyawan biasa di divisi lain.

Aku meletakkan tas di atas meja makan sebelum melangkah menuju kulkas di sudut kiri ruangan untuk mengambil sebotol minuman.

Namun sesampainya disana keningku mengernyit, apa Ryan belum sampai rumah? Bahkan waktu telah menunjukkan pukul 6.

Ya, aku pulang terlambat karena sebelum sampai rumah aku harus memeriksakan kondisi kandunganku terlebih dulu. Aku sangat khawatir pada bayiku.

Secarik memo yang ku lekatkan di kulkas itu masih berada di posisi semula, itu artinya Ryan belum kembali kerumah semenjak kepergiannya tadi pagi.

Atau ... Oh astaga, fikiran macam apa ini?

Apa Ryan menyesal sudah memutuskan untuk tinggal di bawah atap yang sama denganku? Apa ia menyesalinya?

Aku terduduk di salah satu kursi meja makan dengan lunglai. Tanganku merogoh tasku dan mulai mengeluarkan ponsel milikku darisana.

Jari jemariku secara refleks mencari nama Ryan disana. Namun tidak lama aku menghentikan niatku untuk menghubunginya.

Kenyataan mengingatkanku bahwa aku tidak bisa berperan sebagai istri Ryan lagi sekarang, apalagi di situasi seperti ini. Karena hasilnya hanyalah menyakiti hatiku. Hasilnya hanyalah membuat ku menangis.

Aku memejamkan kedua mataku rekat sambil menengadahkan wajahku mencoba menghirup udara yang banyak. Aku harus menjalani dan melewati semuanya secara perlahan dan berdasarkan perasaanku, bukan egoku.

Kalau tidak, mungkin hasilnya hanyalah mengecewakanku. Aku tidak ingin membuat Ryan berakhir menjauhiku atau tidak ingin bertemu denganku lagi. Oh ya Tuhan aku benar-benar kacau sekarang.

Bukankah takdir hidupku sangat kejam?

Kedua tanganku mengusap wajahku dengan gusar. Sampai kapan aku harus berjuang seperti ini untuk mendapatkan hati Ryan kembali?

Sampai kapan aku harus menanggung nyeri ini sendirian? Kapan aku akan berhenti menangis karena bahagia? Bukan karena lelah dan bosan menangis.

.
.
.

Tanpa kusadari, aku tertidur di atas sofa bersama ponsel yang sedari tadi ku genggam erat karena mempertimbangkan sebuah keputusan yang rumit menurutku. Apakah aku harus menghubungi Ryan atau tidak. Ya, itu keputusan yang sulit menurutku.

My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang