🕯Epilog '19

651 84 9
                                    

Wanita itu menyodorkan sebuah kotak cincin berlapiskan beludru navy di atas meja ku.

Aku bisa melihat wajahnya yang sangat murung saat ini, dan aku sedikit merasakan sebuah getaran ketika melihat wajahnya dan jejak air matanya.

Ia terlihat tersenyum di balik kesedihan yang nampak diwajahnya. "Itu adalah cincin pernikahanku, milikmu masih ada bersamamu." Ia menatapku, "Aku tidak tahu sekarang cincinmu ada dimana, karena terakhir kali aku memasangkannya di jarimu. Dan sejak kemarin aku tidak melihatnya lagi."

Aku menatap jari jemariku sendiri diam-diam, aku bahkan tidak ingat pernah memakai sebuah cincin di jemari tanganku. Dan ... Kapan ia memasangkannya di jari jemariku?

Apakah benar apa yang Ayah dan Jassy katakan? Kalau wanita dihadapanku saat ini adalah seseorang yang begitu terobsesi padaku sejak dulu.

Apa aku harus menuruti perkataan Ayah?

Apa aku harus membencinya, menjauhinya dan menendangnya jauh-jauh dari kehidupanku?

Jassy bilang wanita polos di hadapanku ini bisa merusak segalanya yang ada pada diriku? Tapi ... Apa benar?

Wanita bertubuh kurus sepertinya bisa merusak semua yang aku miliki? Apakah tidak terdengar mustahil?

Aku menarik napasku dalam dan menghembuskannya sedikit kasar. Aku lelah memikirkan semua teka teki rumit ini. Aku tidak bisa memastikan siapa yang harus ku percayai, kepalaku selalu sakit ketika aku memaksanya untuk berfikir lebih banyak. Walau di dalam kepalaku hanya tercantum nama Jassy, karena memang dirinyalah pasanganku yang sebenarnya.

Namun lagi-lagi alasan mengapa aku belum menendang wanita di hadapanku dari hidupku hingga saat ini adalah karena getaran itu. Perasaan itu.

Aku tidak mengerti ada apa sebenarnya dengan getaran itu.

"Bagaimana bisa aku percaya jika hanya ini bukti yang kau bawa?" Tanyaku.

Aku sangat dilema. Aku dipusingkan oleh banyak hal, dan semua itu membuatku selalu ingin meneriaki seseorang.

Aku menyadarinya, ia tertawa kemudian terisak. "Tolong, beri aku kesempatan dan ... Kembalilah padaku Ryan. Ada yang lebih membutuhkan mu dibandingkan aku." Keningku mengernyit tidak mengerti dengan apa yang ia katakan.

Ketika aku hendak angkat bicara, ia lebih dulu beranjak dari sofa dan melangkah meninggalkan ruanganku begitu saja.

Tiba-tiba sebuah petir menggema cukup keras bersamaan dengan turunnya hujan yang lumayan deras hingga membuatku menoleh ke arah jendela. Aku menggigit bibir bawahku sambil menatap ke arah kotak cincin di atas meja yang baru saja wanita itu sodorkan padaku beberapa waktu yang lalu.

Sekali lagi aku menoleh ke arah luar sebelum akhirnya memutuskan untuk beranjak dari sofa.

Kedua kakiku melangkah sedikit tergesa-gesa melewati meja sekretarisku yang kini dirinya tengah berdiri di balik mejanya. "Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya dan aku menarik napas dalam membuat dada bidangku naik turun.

"Kemana wanita tadi pergi?" Giliranku bertanya. Ia menatap ke arah lift yang baru saja menutup pintunya secara otomatis.

"Ia ..." Aku tidak mendengarnya dan beralih melangkah menuju lift. Jari ku menekan-nekan tombol lift berkali-kali untuk turun.

"Shit!" Sumpah serapahku terlontar.

.
.
.

Dadaku bergerak naik turun akibat napasku yang terengah-engah. Kedua kakiku berhenti berlari kecil ketika mataku tak kunjung menemukan wanita itu di sekitar lobby.

Hingga ketika aku melangkah mendekat ke arah sisi gedung yang hanya di batasi oleh kaca tembus pandang diseluruh sudutnya, aku menghela napas lega ketika menemukan seseorang yang ku cari itu. Rupanya ia tengah melangkah dengan santai menerjang hujan yang deras hingga tubuhnya basah kuyup, "Aish! Ia sangat nekat rupanya."

"Tuan? Ada yang bisa-"

"Tolong berikan aku payung dan parkirkan mobilku di tepi jalan dekat halte itu." Ujarku tanpa menoleh ke arah sumber suara dan masih menatap wanita nekat itu.

Tanpa ku sadari, aku menyunggingkan sebuah senyuman yang belum pernah ku lukiskan di wajahku sebelumnya pada siapapun.

.
.
.

Aku melangkah ...

Kedua kakiku terus melangkah sesuai ritme langkah wanita di hadapanku saat ini dengan jarak yang tetap terjaga.

Genggaman tanganku mengerat pada payung berwarna hitam yang kini tengah menjaga kepalaku dari hujan.

Aku menyadari tatapan orang-orang di sekitar yang menatap wanita itu dengan tatapan aneh.

Ya, aneh. Akupun beranggapan kalau wanita dihadapanku saat ini adalah wanita aneh, nekat dan pemurung. Ia wanita aneh yang bisa tertawa dan menitikkan air mata sedihnya secara bersamaan. Ia sangat aneh.

Lagi-lagi tanpa ku sadari aku tersenyum menatap tubuhnya yang basah kuyup. "Unik. Ketika wanita lain menjaga tampilannya saat hujan turun, ia lebih memilih merusak riasan tipis, rambut dan pakaiannya hingga basah kuyup."

Senyumku memudar ketika melihat kedua tangannya bergerak memeluk tubuhnya sendiri yang seperti gemetar.

Dengan segera aku mempercepat langkahku dan membawa payung itu untuk sama-sama melindunginya.

Sebentar aku menatap wajahnya yang sama-sama menatapku dengan terkejut. "R-Ryan?"

Aku menelan saliva ku cukup sulit. "Jangan biarkan tubuhmu terguyur hujan seperti ini atau kau akan sakit." Aku mengalihkan tatapanku ke arah lain.

Aku tidak ingin menatap wajah sendunya dan semakin membuatku merasakan getaran itu. Getaran dan rasa simpati ku padanya ...

Epilog '19 the end ...

My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang