Chapter 70

543 62 9
                                    

L U C Y POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

L U C Y POV

Kedua mata ku mengerjap.

Tangan ku bergerak meraba sisi kasur di sampingku yang sudah kosong, "Ryan?" Gumam ku memanggil nama Ryan sedikit serak.

Aku beranjak dari tidurku dengan cukup susah payah dan penuh hati-hati. Rasanya perutku semakin besar dan berat.

Perlahan senyuman terukir di wajahku sembari tanganku mengusap perut yang semakin membesar ini, "Morning sweety. Kalian sudah bangun?" Tanyaku pada bayi-bayiku di dalam perut sana dengan manis.

Hal seperti itu telah menjadi rutinitasku dan Ryan setiap baru bangun tidur. Dan aku selalu ingin menitikkan air mata saat Ryan menyingkap pakaianku dan menciumi perut besarku dengan manis.

Hingga tiba-tiba suara dentuman barang terjatuh dari arah lain cukup mengejutkanku. "Ryan?" Gumam ku ketika samar-samar mendengar suara Ryan dari arah jauh.

Dengan hati-hati kedua kakiku mulai menyentuh ubin dan melangkah menuju anak tangga tanpa alas kaki.

Terkadang aku selalu takut saat menuruni anak tangga dengan menggunakan alas kaki, bayangan kecelakaan saat dulu yang menimpa padaku selalu menghantui fikiranku.

"Lucy?" Gumam seseorang ketika ku lihat kekacauan lagi di ruang makan.

Ini masih sangat pagi, jadi untuk apa keributan ini terjadi sepagi ini?

"Ada apa ini?" Tanyaku sembari melangkah menghampiri kerumunan yang begitu kumplit di ruangan ini. 

Aku merasa malu sekaligus tidak enak pada Henry dan Pia. Mereka datang kemari untuk bersenang-senang, bukan melihat kekacauan rumah tanggaku.

"Duduklah." Ajak Ryan merengkuh tubuhku ke salah satu kursi makan.

Ku lihat Farah menangis dengan Yuna yang setia menenangkannya di sampingnya.

"Kau apakan Farah?" Tanyaku pada Ryan yang kini memutar matanya.

"Aku tidak melakukan apapun padanya. Keponakannya sendiri yang membuatnya menangis." Tukas Ryan begitu dingin membuatku beralih menatap Farah.

"Benarkah begitu?" Tanyaku padanya.

Ia mengangguk, "Maaf." Ujarnya sembari melangkah ke arahku. Kedua mataku membelalak hebat ketika ia berlutut tepat di kakiku.

"Tidak, Farah bangun. Kau kenapa?" Tanyaku sembari membawanya kembali berdiri dengan benar.

"Maaf, seharusnya aku tidak membawa keponakanku bersamaku. Dia ... Dia keterlaluan. Ibunya saja sudah lelah merawatnya di kota asalnya. Maafkan aku ..." Lirih Farah membuat jantungku berdegup kencang.

Apa semuanya sudah terungkap?

Aku menggelengkan kepalaku ke arahnya, "Farah, sudah. Berhenti menangis, kita selesaikan sekarang juga." Ujarku mencoba menenangkannya.

My Endless Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang