44. Kejahatan di Masa Lalu.

13.3K 604 50
                                    

Hal yang paling ku takuti adalah kehilangan dia, lagi.

✈✈✈

"Naura! Berhenti!"

Wanita itu tersentak kaget saat seseorang mencengkram lengannya. “Levin?! Apa-apaan kamu? Lepas!"

Levin tak mengubris, tangannya semakin menggenggam pergelangan Naura dengan sangat erat. Dari kejauhan, Azalea berlari diikuti tiga orang polisi di belakangnya. 

"Pak, tangkap dia!"

Naura semakin cemas ketika polisi-polisi itu memborgol kedua tangannya.  "Pak, lepas! Kenapa tangan saya diborgol?" ucapnya tak terima.

"Nona Naura, Anda ditahan atas percobaan pembunuhan terhadap saudara Deven dan saudari Kaila satu tahun yang lalu. Silakan ikut kami ke kantor polisi, Anda dapat membela diri dan menyewa pengacara di ruang sidang nanti,” ucap salah seorang petugas kepolisian.

Naura terdiam, kemudian menatap Levin dan Azalea dengan tatapan nyalang.

"Gue nggak nyangka lo sejahat ini, Nau! Selama ini gue kira lo wanita baik-baik. Tapi ternyata gue salah! Gue nyesal pernah ngejodohin lo sama Deven. Sekarang, selamat mendekam di penjara! Silakan menikmati apa yang pernah lo perbuat!"

Naura tertawa sinis. "Permainan masih berlanjut, Levin! Liat aja setelah gue keluar nanti, bukan cuma Deven dan Kaila yang akan menderita, tapi juga kalian berdua!"

Levin menatap wanita itu kasihan, Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang sudah Naura lakukan.

Selama ini, Naura menyembunyikan identitasnya sebagai seorang pembunuh. Pantas saja wanita itu sempat menghilang ketika menjelang hari pernikahan. Ia pergi bukan karena dipindah tugaskan. Namun, karena takut dilacak petugas kepolisian.

Terungkap sudah keburukan Naura.
Mau sejauh apa pun ia menyembunyikan bangkai, pasti akan menimbulkan bau pada akhirnya.

Bak sebuah pepatah lama yang memiliki makna. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.

***

Di atas brankar rumah sakit, Kaila tak henti-hentinya menggenggam tangan sang mami. Seketika rasa bersalah menguasai dalam diri. Semua tindakan, ucapan kasar, dan segala kesakitan yang pernah ia berikan pada wanita itu memenuhi isi kepala. Semua perjuangan yang beliau lakukan membuat isak tangisnya semakin pecah.

“Mi,” panggil Kaila dengan napas tersengal.

“Maafin segala kesalahan Kaila, ya, Mi.” Isaknya tanpa memikirkan segala kondisi.

“Selama ini ... Kaila sering nggak nurut sama Mami. Selama ini.” Mata Kaila kembali terpejam. Dahinya mengerut dengan rintihan kesakitan saat gelombang itu kembali datang.

“Nak, kamu nggak pernah ngecewain Mami. Kamu anak Mami yang paling berbakti. Kamu kuat, Sayang. Mami yakin kamu pasti bisa. Bertahan, ya, demi anak kamu.” Suara lembut mami mengalun di telinga. Meskipun dengan isakan, tapi mampu menenangkan.

Sesaat kemudian mata sayu Kaila menatap ke arah Deven. Lelaki itu tiada henti mengusap peluh keringat yang mengalir di pelipisnya. Ada raut ketakutan yang ia dapati di sana.

“Sayang, semisalkan nanti terjadi sesuatu sama aku,” lirihnya dengan sisa kesadaran yang semakin menipis,

“tolong selamatin anak kita terlebih dahulu. Aku percaya sama kamu, Mas. Aku—” Kaila sudah tak mampu melanjutkan ucapannya. Keselamatan sang anak yang kini ia harapkan.

“Kai, aku mohon jangan ngomong kaya gitu. Kamu harus bertahan! Aku percaya kamu bisa ngelewatin semuanya, kamu bisa demi anak kita.” Suara Deven bergetar, ia sungguh tak akan sanggup jika harus kehilangan Kaila dan memilih salah satu dari mereka.

Jika saja bisa bertukar posisi, ia pasti dengan senang hati menggantikan Kaila yang sedang berjuang di sana. Membiarkan rasa sakit itu mendera tubuhnya, asal Kaila tak lagi menderita.

Dari arah kejauhan, dua orang dokter beserta tim medis menyambut mereka di depan ruang operasi.

"Pasien harus cepat ditangani Dok, air ketubannya sudah pecah 15 menit yang lalu. Usia bayi baru menginjak delapan bulan, kondisinya sekarang sangat lemah."

Tangan Dokter terulur untuk memeriksa denyut Nadi Kaila. "Segera bawa pasien ke dalam, mau tidak mau bayinya harus segera dikeluarkan."

Para tim medis mengangguk, lalu mendorong brankar itu dengan segera.

***

Deven berdiri mondar-mandir di depan ruang tunggu. Ia semakin bertambah cemas saat suster tak memberikan izin untuk mendampingi Kaila.

Untuk kesekian kali, ia harus melihat wanita yang dicintainya masuk ke dalam ruang operasi dan berjuang seorang diri.

"Dev? Bagaimana kondisi Kaila?" tanya Aza yang baru saja datang bersama Levin.

Deven menggeleng. “Sudah dua jam operasi dilakukan, tapi pihak rumah sakit belum juga kasih kabar.”

Dua pasangan itu hanya bisa mengembuskan napas pasrah. Kemudian saling tatap untuk memberitahu informasi penting padanya.

"Dev, Naura sudah ditangkap polisi."

Alis Deven bertaut. "Ditangkap?"

"Kecelakaan yang menipa kalian berapa waktu lalu. Itu semua dia yang merencanakan.”

Deven menatap Levin tak percaya, ia tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

“Bagaimana bisa?!”

“Naura sengaja menyewa orang untuk membatalkan pernikahan kalian. Semuanya udah diatur dari awal."

Deven mengusap wajah dengan telapak tangan. Ia marah, dan bahkan sangat marah saat mengetahui informasi tersebut. Walaupun tragedi yang menimpa sudah sangat lama. Namun, tetap saja memberikan kenangan menyakitkan untuk mereka berdua.

“Gugat dia dengan hukuman paling lama, Vin!”

“Hasil sidang memvonis Naura dengan hukuman dua tahun penjara,” jawab Levin.

“ARGH!”

Deven semakin mengepalkan tangan tak terima. Apa yang dirasakan oleh Kaila tak sebanding dengan hukuman yang didapatkan oleh Naura. Kaila lumpuh karena perbuatannya, Kaila keguguran juga karena ulahnya.

Wanita itu dalang atas segala permasalahan yang menimpa keluarga kecilnya.

✈✈✈

Terimakasih sudah membaca. Jangan lupa kasih bintang
⭐⭐⭐

Flight With You ✔ (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang