23

292 30 1
                                    

AME

Aku tidak bisa fokus, pikiranku terus mengarah ke Hana. Aku sangat khawatir padanya, dia pasti sedang trauma sekarang. Walaupun aku memercayakan adikku sendiri untuk menjaga Hana, aku masih belum tenang sebelum aku sendiri yang memastikan Hana baik-baik saja. Aku memandangi pemandangan kota Akihabara dengan tatapan nanarku. Hana sedang apa sekarang? Apa dia sudah menghabiskan sarapan yang kubuatkan untuknya? Kuketuk-ketukkan telunjukku pada jendela besar di ruanganku, dan melihat jam tanganku.

Pukul setengah 12. Biasanya aku sudah berada di sekolah Hana, melihatnya tersenyum lebar sambil mengajakku makan di kantin bersama. Tapi senyuman itu mungkin akan hilang selamanya karena Hideki sialan! Berani menyentuh Hanaku. Aku menutup mataku berusaha meredam emosi yang membakar hati dan pikiranku. Geraman rendah keluar dari mulutku.

Oh! Aku ingat..
Hideki.. Hideki..
Honekawa Hideki

Sekretaris CEO perusahaan Kyoto, yang bekerjasama dengan perusahaanku. Perusahaan yang sangat bergantung pada perusahaanku. Aku menyunggingkan senyum smirkku.

Kau sudah mengganggu harimau yang sedang tidur, Hideki..

Jam makan siang, aku segera keluar kantor dan pulang ke mansionku. Aku ingin pulang lebih cepat untuk merawat Hanaku. Walaupun aku tidak tahu, apakah Hideki sudah menyetubuhinya. Air mata ingin sekali keluar dari mataku, tapi aku Ame. Ame yang kuat, aku tidak boleh menangis di depan Hana.

Kukendarai mobilku menuju mansionku, dan langsung membuka pintu mansionku.

"Konnichiwa, Yamasaki-sama.."

Aku mengangguk singkat saat dua orang butlerku menyapaku.

"Di mana Hana?"

"Dia di kamarnya, Tuan.."

Aku melepas jas yang kupakai dan kuberikan pada salah satu butlerku. Kupakai topeng kabukiku, dan naik ke lantai dua.

Aku sampai di depan kamar Hana. Sedikit rasa takut untuk masuk ke kamarnya, kemungkinan ia juga trauma dengan pria. Namun kuberanikan diri untuk membuka pintu kamar Hana.

"Hana?"

Hana tidak menjawabku, ia membelakangiku sambil melihat ke jendela. Aku menghampiri gadis malang itu dan berdiri di belakangnya. Wangi floral tercium dari tubuhnya. Dia sangat wangi.

Hana berbalik, dan langsung memelukku. Kubalas pelukan Hana, dan mengelus lembuh punggungnya. Tubuhnya lagi-lagi bergetar, ia menangis.

"Kau aman, Hana. Aku di sini.. jangan menangis lagi."

Hana masih diam.

"Kau akan baik-baik saja, Hana. Kau akan baik-baik saja."

Aku menghapus air mata Hana, dan menangkup wajahnya dengan kedua tanganku. Sungguh, iris mata hazel yang cantik.

"Ingat janji kita? Kalau aku tidak akan meninggalkanmu?"

Hana mengangguk pelan. Aku menuntun Hana untuk duduk di kasur. Wajahnya masih terlihat trauma dan kesedihan, matanya masih sembab karena air mata. Namun bulir-bulir air mata sudah tidak keluar sederas tadi.
Dengan berani, aku melihat leher Hana. Kusibakkan rambut panjangnya ke belakang. Aku tercekat.

Kissmark merah kebiruan yang bertengger di leher kiri putih jenjang milik Hana. Di sebelah kanan juga ada. Hana menepis tanganku, dan menutupi bercak di lehernya dengan rambutnya yang panjang.

Aku mengarahkan kepala Hana untuk tidur di pundakku. Aku menarik napasku, dan menghembuskannya pelan. Kuberanikan menanyakan pertanyaan ini pada Hana, walaupun aku tahu kalau Hana sudah melakukannya.

Man in Kabuki MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang