41

116 15 1
                                    

"Maafkan aku, ayah."

Aku menangis.
Air mataku tanpa sadar mengucur deras di pipiku. Aku tidak kuat lagi.. semuanya sudah hancur berantarakan, aku anak yang durhaka.

"Ayah tahu, nak. Tidak apa-apa."

"Aku menghancurkan perusahaan yang ayah bangun dengan susah payah. Aku.. aku menghancurkannya."

"Nak.. sudahlah.. tidak apa-apa. Mengalami penurunan dalam perusahaan itu hal yang wajar. Tidak semua harus berjalan mulus."

"Aku hampir bangkrut, semuanya kacau. Aku tidak bisa memegang perusahaan ayah.. maafkan aku.."

Aku semakin menangis dalam pelukkan ayahku, seperti anak laki-laki yang menangis dalam pelukkan ayahnya.

"Aku..aku Ame yang bodoh.."

"Ame. Jangan menganggap dirimu tidak mampu dan bodoh, kau sudah berhasil, Ame. Membuat perusahaan mancanegara menjadi mitra kerja kita itu sangat hebat! Kau hebat, Ame. Tidak apa-apa bila perusahaan mengalami penurunan, kau sudah berjuang dengan keras dan baik. Sudah, tidak apa-apa.."

Aku melepas pelukkan ayah. Kulihat ayah tersenyum lembut padaku memperlihatkan wajahnya yang sudah ditumbuhi keriput dan kumis yang tebal, namun ia tetap terlihat tampan.

"Ayah sangat bangga padamu, Ame."

"Aku-aku menghancurkan semuanya."

"Tidak.. tidak. Kau tidak menghancurkan semuanya.. perusahaan itu kubangun sejak tahun 1980. Mungkin saatnya perusahaan itu pensiun. Hahahahaha!"

Aku menggeleng pelan.

"Perusahaan ayah tidak boleh pensiun! Aku yang akan menjalankannya! Aku masih kuat!"

"Itu yang kusuka darimu, Ame. Kau pantang menyerah.

"Tapi.. bagaimana dengan keuangan perusahaan yang semakin memburuk. Semuanya kacau, ayah."

Aku semakin menangis

"Se..semuanya hancur berantakan.."

"Ame..Ame.. semua akan baik-baik saja. Kau sudah banyak berbuat keajaiban terhadap perusahaan ini, dan juga di luar perusahaan. Kau memiliki hati yang lembut. Suatu saat, hatimu yang bak malaikat itulah yang akan menolongmu."

Hati yang lembut?

"Jangan menangis. Ame yang kuat tidak boleh menangis. Ayo.. kita makan siang dulu, tenangkan dirimu."

Aku menghapus air mataku dengan telapak tanganku dan menuju kursi makan.

~

Setelah menyantap makan siangku, aku menuju lantai atas ke kamarku. Kukeluarkan ponselku dan menelepon Hana.

"Hana.."

"Ame.. kau kemana saja? Mengapa tidak menghubungiku? Menemuiku saja jarang."

"Aku-aku sibuk sekali, Hana akhir-akhir ini."

"Sesibuk itukah dirimu sampai kau tidak menghubungiku?"

"Apa kau sudah bosan padaku, Ame? Kau sudah tidak mencintaiku lagi?"

"Bukan begitu, Hana! Aku masih mencintaimu! Sangat!"

"Lalu apa? Kau semakin jarang menghubungiku? Aku berusaha menghubungimu namun nomormu selalu tidak aktif! Sebenarnya apa sih maumu?!"

"Kau tidak mengerti, Hana.."

"Iya! Aku memang tidak mengerti soal perusahaanmu! Tidak bisakah kau menghubungiku lima menit saja? Setidakpentingkah aku bagimu?! Aku kekasihmu, Ame! Aku sangat khawatir padamu!"

Man in Kabuki MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang