32

246 20 6
                                    

Ame mendekatkan dirinya padaku.

"Kau kalah, sayang."

Aku masih mematung melihat layar komputerku dengan tulisan 'DEFEAT'.

"Jadi.. kalau aku menang, apa taruhannya tadi?"

"Ka-kau akan menciumku?! Di kasurmu?!"

Ame tersenyum miring.

"Tentu saja."

"Apa tidak bisa kita lakukan besok?"

"Aku mau hadiahku sekarang, Hana.."

Aku menelan ludah susah payah. Bibirku tidak bisa mengering karena lipbalm yang kupakai. Ame berdiri dari kursinya dan mengulurkan tangannya.

"Nah.. ayo.."

Dengan terpaksa aku menggenggam tangan Ame, dan mengikutinya keluar dari gaming room menuju kamarnya. aku adalah orang yang konsisten dengan ucapanku, bukan yang bisa omong saja. Dan karena aku kalah, Ame berhak mendapat 'hadiahnya'. Tubuhku sedikit meremang namun..

Ini beda..

Aroma maskulin kembali tercium di kamar Ame. Sangat wangi, nuansa hitam dan abu-abu serta jendela raksasa yang menampilkan pemandangan ramainya kota Akihabara membuat kamar ini tampak mewah ditambah dengan interior yang juga sangat mewah.

Aku menuju kasur Ame dan duduk di pinggir kasur itu.

"Sekarang apa?" tanyaku pada Ame.

Ame duduk di sebelahku dan mulai memegang kedua lenganku. Jantungku mulai berdegup kencang, kupegang pinggang Ame dan mulai menutup mataku saat Ame mulai mendekatkan bibirnya ke arahku. Aroma vanilla tercium memasuki rongga hidungku. Kemarin aroma coklat, sekarang aroma vanilla. Ah, aku jadi ingin susu vanilla.

Baiklah.. ini dia..

Ame berhenti. Kubuka mataku perlahan dan melihat Ame yang sedikit menjauh tubuhnya. Aku mengerjapkan mataku. Aku merasa linglung dan sedikit malu sekarang.

"Aku tidak mau membuatmu trauma."

"Eh?"

"Aku ingat, kalau kekasihku punya trauma. Maafkan aku.."

Aku masih terdiam dengan tatapan bingungku karena perkataan Ame tadi.

"Aku akan memasak untukmu selama tiga bulan, asalkan kau tidak trauma lagi. Aku tidak mau kau malah trauma denganku, aku mencintaimu. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Hatiku seketika menghangat. Aku mengelus pipi Ame lembut.
Tapi kau berbeda Ame. Dekat dengan pria selain dirimu, seketika membuat traumaku muncul secara tiba-tiba. Namun aku tidak tahu, mengapa dekat denganmu tidak ada rasa takut dari dalam diriku. Yang ada malah rasa nyaman dan tenang. Seolah-olah aku sudah kuat dengan traumaku sendiri, kamulah obatnya, you are my cure. Aku memegang lengan atas Ame. Dengan jantungku yang berdebar, aku mengatakan ini pada Ame.

"Lakukan, Ame.."

"A-apa katamu?"

"Lakukan.."

"Bagaimana dengan traumamu?"

"Entahlah.. setiap dekat denganmu, aku tidak merasa traumaku muncul dan menyakitiku, aku malah merasa nyaman dan tenang di dekatmu. Jadi, lakukan sekarang, Ame.."

"Baiklah kalau kau memaksa.."

"Aku memaksamu.."

Ame menuntunku untuk berbaring di tempat tidurnya. Jantungku masih berdegup kencang, kakiku terasa melemas seketika. Ame menindih tubuhku, bisa kulihat manik mata hijau zamrud milik Ame yang berbalas menatap manik hazel milikku. Perlahan, Ame mendekatkan bibirnya padaku.

Man in Kabuki MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang