33

191 16 0
                                    

Aku sudah bersiap untuk menemui Hideki, namun. Rasa takut mulai kembali mengguyurku, aku tidak bisa tenang. Gelisah, dan trauma masih terbayang-bayang di otakku, berulang kali aku menghela napas pelan untuk menenangkan diriku, namun tidak berhasil. Aku melihat Ame yang sedang menyisir rambutku dari pantulan cermin riasku. Sentuhannya yang lembut, menyusuri rambutku. Itu juga belum bisa menenangkanku saat ini.

"Aku tidak yakin ingin menemui Hideki.."

"Mengapa? Aku akan menemanimu.."

"Tidak, ternyata aku masih takut."

Ame berhenti menyisiriku, dan memegang kedua pundakku.

"Jangan pergi kalau begitu, aku tidak mau traumamu semakin memburuk."

Aku masih terdiam.

"Aku akan menyuruh Sean menelepon Hideki."

"Baiklah.."

"Ayo kita berkencan."

"Berkencan?"

"Tentu saja! Kencan pertama kita.. kita belum melakukan kencan pertama kita.."

"Tidak-tidak, kencan di rumah saja."

"Eh? Kenapa?"

"Aku sengaja diberi cuti karena sakit, aku harus di rumah. Tidak boleh keluar rumah."

"Tidak apa-apa.. kita keluar saja, lagipula tidak ada yang tahu.."

"Tidak bisa begitu, Ame."

"Hei, siapa yang akan melihat kita? Semuanya ada di dalam sekolah. Lagipula kita hanya sebentar, tidak lama."

"Bagaimana kalau nanti malam saja? Ada film baru di bioskop."

Ame memandangiku dengan tatapan bingungnya. Aku tersenyum dan menggenggam kedua tangan Ame.

"Ayolah, Ame. Aku tidak mau menyalahgunakan kepercayaan adikmu. Butuh pertimbangan baginya untuk memberikanku cuti."

"Baiklah.. nanti malam saja."

Aku tersenyum.

"Sekarang, ganti pakaianmu. Aku mau menghapus makeupku dulu."

Ame mengangguk dan beranjak dari kasurku dan keluar dari kamarku. Aku tersenyum melihat Ame yang menutup pintu kamarku.

Aku berjalan menuju meja riasku, dan menghapus make upku serta mengganti pakaianku dari dress simpel ke kaos tanpa lengan dan celana hotpants.

"Ame?"

"Di sini, Hana."

Aku mendengar suara Ame dari halaman belakang rumahnya, segera kuhampiri Ame dan melihat apa yang tengah dilakukannya di halaman belakangnya.

"Sedang apa?"

"Hanya sedang melihati Russel menyiram tanaman."

Aku melihat Russel yang sedang sibuk dengan selang untuk menyirami tanamannya.

"Mau soda lemon?"

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Duduklah di sini, Hana."

Aku mendekati Ame dan duduk di sebelahnya, di sebuah ayunan yang panjang dan beratap. Ame langsung mengambil tangan kiriku, dan menaruhnya di pahanya lalu menggenggamnya. Dengan perlahan, Ame mengayunkan ayunan itu. Semilir angin menerpa rambut dan pipiku.

Aku melihat halaman belakang rumah Ame yang begitu luas, sangat indah. Seperti berada di taman bunga. Oh, ada hamparan bunga mawar yang cukup luas! Apakah Ame memberikanku buket bunga hasil dari taman bunganya?

Man in Kabuki MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang