"Eh eh bang berhenti!" ucap Masya tiba-tiba yang membuat Revan otomatis menginjak rem mendadak membuat kepala Maysa nyaris terkena dasbor mobil.
"Ada apa si Ya," ucap Revan setelah memastikan semuanya baik baik saja, "Hampir saja." lanjutnya.
Tanpa menjawab ucapan sang kakak, Maysa langsung saja membuka pintu mobil dan berlari keluar tanpa memimta izin pada sang abang terlebih dahulu.
Maysa terus berlari mencoba mendekati seseorang yang jatuh dengan tertimpa motornya itu memang benar orang yang ia kenal.
"Ka--kak Def--Defan," ucapnya terbata.
Seorang pengendara motor itu tak melirik Maysa dan hanya mendengus kesal, bukanya bantuin, malah panggil nama gue batin Defan tak sadar yang memanggil namanya adalah Maysa.
Defan hanya meringis merasakan beban motor besanya yang menindih hampir setengah badannya, apakah jalanan begitu sepi sehingga tak ada yang membantunya.
Maysa masih diam, tak lama kemudia ia beranjak maju untuk menarik motor Defan yang menindih sebagian tubuh Defan.
Mata mereka saling bertemu, sesaat saat Maysa sudah beralih berdiri didepan Defan dan bersiap mencoba menarik motor Defan dengan tenaganya.
Melihat Maysa yang berada di depannya Defan hanya mampu diam tan dapat berkata apapun, Defan pun tadi sempat agak terkejut saat Maysa memutuskan kontak mata mereka lebih dulu.
"Kalau perlu bantuan itu bilang!" ucap seseorsng mendekat, Maysa hanya dapat menghembuskan napasnya dengan kasar lalu berpaling, "Gue kira lo gak mau bantu, kak." syukurlah Maysa dapat merubah nama oanggilannya di depan orang lain.
Tanpa menyauti sang adik, Revan langsung saja membantu Maysa untuk mencoba membatu mendirikan motor yang menimpa badan Defan.
Defan yang sejak tadi hanya memandang bingung Maysa dan cowok yang Defan ketahui adalah Kapten basket sekolahnya yang dingin, pendiam dan terkenal paling cool disekolahnya.
Fikiran Defan merenmang kemana mana kenapa Maysa bisa mengenal Kapten basketnya dengan sangat kelihatan akrab.
"Thanks." hanya kata itu yang keluar dari bibir Defan sembari mencoba membangunkam badannya agar berdiri.
Saat memcoba berdiri, sayang kaki Defan terlalu sakit dan tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.
Maysa yang melihat itu, ia kembali mendekat pada Defan namun saat ia hendak menolong mengangkat Defan, tiba-tiba ada tangan kekar yang tiba-tiba menyodorkan tangannya.
Defan yang mengerti maksud penyodor tangan itu, ia menggapainya lalu ditariklah oleh si pemilik tangan kekar itu. Siapa lagi kalau bukan Revan.
"Kak kamu gak papa kan?" tanya Maysa pada Defan, saat ini Defan berdiri tepat dihadapan Maysa.
"Hmmm." hanya gumaman yang mampu keluar dari mulut Defan.
Sepertinya kosakata yang dapat keluar dari mulut dari Defan hanya iya, hmm, tidak dan lainnya yang merupakan kosakatan pendek, dan Maysa pun tak heran akan hal itu.
Bisakah ia memnggunakan mulutnya untuk mengatakan kalimat panjang tiap hari atau setidaknya saat bersama Maysa contohnya.
"Aya ayo pulang!" ucap Revan dengan nada dingin, ia tak suka melihat Maysa berlama-lama dengan adik kelas yang satu ini, bisa bisa nanti Maysa sakit untuk yang kedua kalinya.
"Tapi kak, kak Def--" ucapan Maysa terpotong begitu saja.
"Gue gak papa, lo pergi aja." setidaknya 6 kata itu dapat meyakinkan Maysa bahwa Defan tidak papa, baiklah Maysa akan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone [Tamat]
Teen Fiction[BELUM REVISI] Bagaimana jadinya jika seseorang di masa lalu terus membayangi lalu kita bertemu lagi dengan orang yang hampir sama, membuat rasa lain tumbuh dalam sekejab mata namun berakhir rasa itu tumbuh sendiri tanpa adanya ikatan dengan masa la...