EmPaTPuLuh TuJuH

80 3 0
                                    

"Ab---Ab--Abang" ucap Maysa lemah sambil turun dari tangga dengan tangannya yang memegang sisian tangga kuat.

Revan yang mendengar suara lemah sang adik dari bawah lantas mendongak. Ia dapati sang adik yang sedang menuruni tangga dengan lemah.

Ia cepat beranjak berdiri dari sofa lalu menghampiri sang adik yang masih di pertengahan tangga menuju bawah.

Revan mempercepat lagkah kakinya saat melihat cairan merah pekat mulai turun dari hidung sang adik.

"BI BI RATIHHH" terial Revan mulai panik. Ia sekarang sudah memapah sang adik untuk turun.

Bi Ratih keluar dari dapur dengan celemek melekat di badannya. Bi Ratih segera pergi menghampiri Revan yang sedang kesusahan membawa adiknya.

"Ada apa den?"

"Panggil Mang Ujang. Suruh siapin mobil sekarang Bi," ucapnya panik.

Bi Ratih lantas langsung berlari panik setelah ia juga melihat keadaan Maysa yang menghawatirkan.

Revan mengambil ponselnya lalu langsung menghubungi seseorang di seberang sana.

Setelah menaruh kembali ponselnya di dalam saku celana, Revan memandang sang adik yang saat ini sangat memprihatinkan.

"Dek, sabar ya sebentar lagi kita ke Rumah Sakit," ucapnya sambil mengelus puncak kepala Maysa sayang. Mencoba menenagkan adiknya juga dirinya yang sangat dilanda kekhawatiran.

Ini memang bukan yang pertama untuk Revan, tapi keadaan yang menjadikannya pertama melihat sang adik seperti ini tanpa adanya orangtua di rumah.

"A--Aya ga-- gak pa--" ucap Maysa terpotong. Maysa pingsan dipelukan kakaknya dengan darah yang masih mengalir dari lubang hidungnya.

Revan semakin panik ia mengacak rambutnya frustasi lalu ia menepuk terus pipi sang adik sambil memanggil namanya.

Lalu ia memeluk sang adik erat.

Ia tak pedulikan baju putihnya yang sekarang sudah tertempel warna lain yang begitu pekat dengan bau besi yang menyeruak.

Tangannya sampai bergetar, mengapa Mang Ujang lama sekali. Membuat Revan tak sabar, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada sang adik.

"MANG UJANGGG, BI RATIH. ARGH ..." teriaknya begitu emosi. Ia sudah lepas kontrol sekarang.

🍁 🍁 🍁

"Bagaimana keadaan adik saya dok?" tanya seorang lelaki menghampiri pria ber jas putih yang baru saja keluar dari ruangan.

"Baiklah, mari ikut keruangan saya untuk membahasnya."

Tak lama setelah lelaki dan dokter itu pergi seseorang datang dengan wajah yang begitu lesu, rambut awut-awutan dan jangan lupa napas yang tak teratur karena, ia sampai di depan ruangan rawat ini dengan berlari dari perkiran.

Setelah berhenti cukup lama untuk mengatur napasnya, laki-laki itu masuk keruang IGD, untung saja sebelumnya ia sudah mendapatkan izin dari suster yang keluar dengan syarat memkai baju khusus.

Seorang gadis dengan alat bantu napas dan selang yang melekat di tangannya sedang terbaring lemah di ranjang.

Lelaki itu mendekat lalu melihat gadis itu dengan raut wajah prihatin. Bagaimana tidak sahabatnya, teman bermainnya, sekarang sedang berbaring lemah dengan wajah yang pucat bahkan belum sadarkan diri.

Reno, nama lelaki itu. Ya dialah cowok yang sangat mengkhawatirkan seorang gadis lemah yang berbaring di depannya yang bernama Maysa Azahra.

Reno memegang satu tangan Maysa yang tidak di infus lalu mengelusnya dengan sayang.

Someone [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang