Mesin motor itu masih bekerja dengan sangat cepat. Matahari tetap pada posisinya, tidak bergeser untuk mempercepat waktu. Keadaan itu membuat Shela ingin segera bertemu dengannya kakaknya. Tetapi apa boleh buat, jika ia memaksa tentunya Shabir akan kembali melakukan tindakan keras pada Zehhad.
Senyum Shabir tidak pernah berubah, dia tidak pernah tersenyum kecuali pada Shela. Untuk kali ini dia merasa malu tetapi ia tidak akan marah pada Shela. Karena Shela adalah putri yang paling dia sanyangi.
Motor itu melaju dengan cepat meninggalkan kota Yerusalem Timur dan segera memasuki Gaza. Shabir mengarahkan motornya dan berhenti di depan sebuah rumah dengan tembok yang sudah tua.
Kaki kirinya menurunkan standard dan Shabir mengangkat Shela untuk segera pergi. Wajah ceria Shela membuatnya tersenyum. Tetapi benda itu, Shabir tidak menyukainya. Ia pun beralih untuk menyimpan motornya pada tempat semula dan kembali menemui Shela.
Tangan besar dan kecil itu bersatu dan menuntun perjalanan memasuki rumah. Shabir melempar senyum pada putrinya dan melepas pegangan tangan.
"Pergilah bermain," ucapnya sambil mengelus-elus kepala Shela.
Shela tersenyum senang. Ia segera melangkahkan kaki dan pergi dari dalam rumah tersebut. Shabir menutup matanya sebentar kemudian mendekati Sadiah yang sedang sibuk menyimpan gandum di gudang.
"Sadiah," ujarnya membuat wanita berkerudung merah itu berbalik dengan kedua tangan yang penuh dengan gandum.
"Oh sudah pulang. Bagaimana harga gandum di sana?" Sadiah menyimpan gandum yang dipegangnya di atas karung.
"134 Shekel. Itu tidak adil dengan apa yang kita lakukan bukan?"
"Tapi itu dapat digunakan untuk biaya makan. Terlebih sebentar lagi Shela akan masuk sekolah." Sadiah kembali meraih gandum dan memasukannya ke dalam karung.
"Oh ya, ini! Roti untuk kalian." Shabir menyodorkan sekantung roti yang dibelinya pada Sadiah.
Sadiah meraihnya dan membuka kantung tersebut, "Kenapa hanya ada 3?"
"Saat berada di sana aku mengingat Zehhad. Dia tidak ikut makan bersama, jadi aku membelikannya roti. Semoga saja dia menyukainya." Shabir masuk ke dalam gudang dan membantu istrinya mengemas gandum.
Shela tidak langsung berlari. Perempuan kecil itu terlalu penuh dengan rasa penasaran. Ia mendengarkan apa yang Shabir katakan. Shela melakukan itu bukan karena main-main, tetapi dia hanya ingin membuat Zehhad jauh dari perangkap Shabir. Ia tidak mau melihat Zehhad terus menderita.
Kakinya melangkah meningglakan rumah itu. Ia melihat beberapa orang anak kecil sedang bermain lompat tali di lapangan. Shela berlari menghampiri mereka dan matanya berbinar ketika melihat beberapa permainan yang sepertinya akan menyenangkan bila dikerjakan.
"Nur, aku ingin memainkannya," ucapnya membuat Nur beralih dan memberikan tali yang dipegangnya.
Shela menggerakan tangan kanannya dan memutar tali itu, membuat satu orang yang bermain di tengah melompat agar tidak terkena tali. Shela tertawa senang hingga tasbih yang dia pegangnya terjatuh.
"Tasbihnya jatuh," seru Nur yang kemudian menerima tali kembali dan membiarkan Shela mengambil tasbihnya.
Shela teringat Zehhad. Ia berlari menjauhi Nur dan teman-temannya untuk segera ke ladang. Bayangan dari pohon zaitun membuatnya merasa teduh. Shela segera mempercepat langkah kakinya dan memasuki ladang, diam di pelataran sambil memerhatikan keadaan sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Teen FictionKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...