Sebongkah Kepalsuan

327 60 11
                                    

     Zehhad menoleh ke sebelah kiri dan melihat Sizan sedang duduk di atas batang pohon palem yang sudah tumbang. Ia melangkah dan mendekat pada laki-laki yang selalu menggunakan sorban di kepalanya itu. Senyumnya kembali merekah ketika Sizan melihat kedatangannya.

      "Apel untukmu," ucapnya seraya memberikan satu buah apel untuk Sizan dan duduk di sampingnya.

     "Terimakasih." Sizan mengambil apel yang Zehhad berikan dan memakannya.

     "Sepertinya kau mempunyai masalah. Biasanya kau selalu bersama keluargamu, tapi kali ini kau terlihat tidak seperti biasanya."

      Sizan memuntahkan apel yang sudah dia makan. Ia menatap Zehhad penuh dengan kekejaman. Laki-laki itu tersulut emosi di antara udara pagi.

      "Itu bukan urusanmu." Sizan terdiam ketika menyadari ada sesuatu yang aneh dengan wajah temannya. "Eh, kenapa dengan wajahmu?"

      Zehhad membisu. Ia menatap sekitar, mencari sesuatu untuk menghindari pertanyaan Sizan.

      "Saat aku mengambil apel ini, aku terjatuh. Sizan, kenapa kau pergi meninggalkan mereka?"

      "Mereka yang meninggalkanku! Mereka bercerai hanya karena masalah kecil." Sizan menarik nafasnya dalam-dalam. "Abi menjual tanah pada seorang pria namun Ummi tidak bisa menerimanya. Alhasil, mereka bercerai dan meninggalkanku di sini."

       Zehhad menatap Sizan bingung. Ia ingat seorang pria pembawa emas dari selatan. Ternyata dugaannya benar, pria itu merusak keluarga dengan bujuk rayunya. Ia tidak menyangka, ternyata zaman sekarang masih terdapat manusia seperti itu. Yang suka mengadu domba tanpa memedulikan nasib orang lain.

      "Pria pembawa emas?" Zehhad memicingkan kedua matanya.

       "Ya, dia yang telah merusak keluargaku. Aku membencinya. Dia tidak mempunyai hati yang bersih, busuk."

       Zehhad merapatkan kedua bibirnya. Kedua matanya terarah ke depan, menatap pohon zaitun yang bergoyang terkena angin. Ia bersyukur karena pria pembawa emas itu tidak merusak hubungan keluarga pamannya.

       "Apel untukmu," ucapnya ketika melihat apel yang dimakan Sizan mulai habis.

      "Terimakasih untuk kedua kalinya." Sizan tersenyum dan menerima pemberian Zehhad dengan senang hati.

       Zehhad senang bisa melihat Sizan yang sedang dalam masalah mampu mengukir senyuman. Ia tidak mampu membahagiakan orang lain dengan hal besar. Tetapi, sebuah apel ternyata bisa menunjukan senyum yang tertutup awan hitam.

       Sizan menarik nafasnya kemudian membuangnya kasar, "Aku harus pergi ke perbatasan untuk menjemput saudaraku. Terimakasih telah membuatku tersenyum."

       Zehhad mengangguk dan tersenyum. Sizan melangkah pergi meninggalkannya duduk sendiri di batang pohon palem. Sizan menghilang di balik tembok rumah warga. Zehhad menutup matanya kemudian beranjak untuk segera menemui Sadiah di ladang.

        Perlahan kakinya melangkah, berteduh di antara bayangan ranting pohon zaitun. Sesekali ia menatap ke belakang, mengingat sesuatu yang telah terlewati.

        "Hah...." Zehhad berhenti melangkah hanya untuk sekedar menarik nafas.

        Ia menengadahkan wajahnya sehingga terkena cahaya dari sinar matahari yang masuk melalui celah ranting pohon. Zehhad kembali menatap ke depan. Kakinya kembali melangkah hingga akhirnya sebuah ladang gandum menyambut kedatangannya.

       Zehhad tersenyum melihat Sadiah yang sudah bekerja sepagi ini. Ia segera melangkah menemui Sadiah dengan wajah yang penuh dengan keceriaan.

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang