Tempatnya Harapan

315 59 16
                                    

     Asap membumbung tinggi ke udara. Zehhad menarik beberapa gandum yang dipotongnya dan berlari menghampiri Sadiah. Ia meletakan gandum itu di dalam gerobak yang hampir penuh. Hatinya merasakan kekecewaan dan khawatir yang kian memuncak.

        Jeritan-jeritan pun terdengar. Zehhad merasa bingung dengan apa yang terjadi. Ia menatap Sadiah yang memangku Shela dan menyimpannya di atas tumpukan gandum. Sadiah mendorong gerobaknya, diikuti Zehhad yang penasaran dengan asap itu.

       "Apa yang terjadi di sana bi?" ucap Shela merubah wajah Sadiah yang penik menjadi penuh senyuman.

       "Kita akan segera melihatnya," jawab Sadiah sembari terus mendorong gerobaknya.

       Tepat di saat itu, ketika Sadiah dan Zehhad menghentikan langkah kakinya, mereka merasa terkejut. Sebuah rumah milik keluarga Umar habis terbakar. Temboknya runtuh tidak tersisa. Beberapa keluarga umar ada yang menangis, bahkan tertidur di atas tanah.

       "Jaga adikmu, bibi akan melihatnya." Sadiah memangku Shela dan memberikannya pada Zehhad.

       Kakinya melangkah dengan cepat menuju pada keramaian yang sedang terjadi. Ia melihat Umar telah meninggal dengan sebagian darah yang memenuhi wajahnya. Kedua tangannya secara refleks tertarik ke atas dan menutup mulutnya.

       "Apa yang terjadi?" tanyanya pada wanita bercadar di sampingnya.

       "Ada pesawat yang menjatuhkan bom pada rumahnya."

        Sadiah kembali memerhatikan keadaan sekitar. Asap itu membuatnya menjadi semakin panik. Ia mengerjap, merasakan kesedihan yang sedang dialami keluarga Umar. Ia sangat bersyukur pada Allah karena bukan rumahnya yang terkena bom.

       "Aku ingin melihatnya kak," pinta Shela dengan nada memelas.

       "Kita tunggu sampai bibi datang." Zehhad mendekap Shela dan tersenyum.

       Kedua matanya menatap ke depan. Ramai sekali oleh penduduk yang menyaksikan bumbungan asap di udara. Ia melihat Sadiah berlari menghampirinya dan beralih mendorong gerobak.

      "Apa yang terjadi bi?" tanya Zehhad namun Sadiah hanya diam sembari terus mendorong gerobaknya.

       Zehhad berjalan mengikuti Sadiah sembari menggendong Shela. Sesekali ia memalingkan wajah untuk melihat apa yang terjadi. Tetapi keramaian itu menghalangi apa yang ingin dilihatnya.

       Sadiah menyimpan gerobak itu di samping tembok rumahnya dan berjalan menghampiri Zehhad. Tangannya bergerak mengambil Shela dari pangkuan Zehhad. Tidak ada senyum di wajahnya. Sadiah sangat khawatir dengan apa yang baru saja dilihatnya.

      "Simpan gandum itu di dalam gudang, bibi akan menyiapkan makanan untuk kalian," ucapnya pada Zehhad.

       Sadiah meninggalkan Zehhad dengan perintahnya. Dalam langkahnya ia selalu bertasbih untuk tidak mendapatkan musibah yang sama dengan keluarga Umar. Ia tidak menginginkan sesuatu yang buruk menimpa keluarganya.

         Zehhad menengadah, menatap asap yang masih bercampur dengan udara. Ia merasakan suatu firasat buruk tentangnya. Tapi pada akhirnya, Zehhad membuang semua pikiran negatif itu dan menurunkan kembali pandangannya. Ia beralih pada gerobak yang disimpan di samping tembok rumah.

        Kakinya kembali bergerak menghampiri gerobak itu. Ia segera mengambil beberapa batang gandum kemudian membawanya ke dalam gudang. Berulang-ulang hingga tidak da satupun gandum yang tersisa.

        Zehhad melangkah mendekati pintu. Ia menutup mata, merasakan sedih yang kian merusak hatinya. Matanya kembali terbuka dan mendapati Shabir sedang berdiri di ambang pintu. Zehhad tersenyum simpul kemudian berjalan mundur.

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang