Kakinya terus melangkah hingga akhirnya berhenti ketika harus mengantri. Beberapa menit telah berlalu, menggeser setiap tubuh yang berjejer di sana. Betapa bahagianya ia ketika tiket itu berhasil dibelinya. Ia segera menuju pada pesawat yang sesuai dengan jadwal terbang namun waktu memberikan tiket itu ia tertahan.
"Kenapa?" tanyanya penuh dengan keluhan.
"Jam terbang Anda akan dilakukan pada hari rabu pak."
"Tidak bisa dipercepat menjadi sekarang?"
"Tidak pak, silahkan untuk kembali lagi besok."
Pria itu berbalik dan menatap wajah Shela yang bersedih. Jari-jarinya bergerak dan mengelus perlahan pipi Shela. Ia kembali melangkah untuk pulang, namun seorang wanita yang menabraknya membuat kaki itu berhenti melangkah.
Ia hanya diam tanpa sekalipun mengulurkan tangan untuk membantu wanita itu berdiri. Kopi yang dibawanya berceceran ke atas lantai, membuat pakaiannya yang rapi harus basah dan kotor terkena noda. Wanita itu mengeluh kemudian berdiri dan menatap tajam pada pria yang ditabraknya.
"Kau menhancurkan deadline-ku!" bentaknya pada pria itu.
Pria itu menarik tubuh Shela yang menurun. Kedua matanya bergerak menatap wanita itu dari atas ke bawah hingga tiba-tiba tatapannya terhenti pada sebuah kertas berbentuk persegi panjang.
"Kemana kau akan pergi?" tanyanya mengharap tiket itu adalah tujuan Shela.
"Ya ampun, bukannya minta maaf kau malah bertanya." Wanita itu menepuk jidatnya. "Aku terjatuh karenamu, pakaianku basah karenamu dan jadwal terbangku hancur karenamu. Argh! Kau memang mengesalkan!"
Dia menenteng koper dan menariknya untuk pergi. Pria itu tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan tiket. Ia menggeser posisi tubuh sehingga membuat wanita itu kembali menabraknya.
"Apalagi! Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku!??" Wanita itu menarik kopernya dan hendak pergi. Tetapi pria itu kembali menghalanginya.
"Ya tuhan...." Suaranya terdengar melemah. "Kenapa engkau pertemukan aku dengan laki-laki seperti ini."
"Kemana kau akan pergi?"
"Oh ya ampun....!!! kenapa kau selalu menghalangi aku? Sana pergi! Aku akan ketinggalan pesawat jika seperti ini."
"Memangnya tujuanmu ke mana?"
"Yerusalem. Kenapa?"
"Oh bagus! Tukar saja dengan punyaku." Pria itu menyodorkan tiket yang dipegangnya pada wanita itu.
Wanita itu mengangkat kedua tangannya ke udara dan sedikit menajuh dari pria yang memangku Shela. Ia bingung dengan apa yang dilakukan pria itu. Tidak sekalipun ia terpikir untuk mengambil tiket yang disodorkan, rasa curiga seketika membuat pikirannya tidak bisa berkerja dengan baik.
"Apa maksudmu?" tanyanya sembari mengernyit tidak mengerti.
"Aku ingin menukar tiketku dengan punyamu. Cepatlah, tolong anak ini. Kasihani dia sedikit saja."
"Tunggu? Alasan kau menurukarnya apa?"
"Aku harus membawanya pulang ke tempat asalnya."
"Ohh...." Wanita itu menurunkan tangan dan menukar tiket yang dipegangnya.
"Terimakasih," ucap pria itu lekas pergi begitu saja.
"He-hey tunggu!" Wanita itu kembali meraih koper dan berlari menyusul pria itu.
Beberapa orang terlihat memasuki pesawat. Pria itu menarik napas lega kemudian memantapkan langkah dan memberikan tiket yang dipegangnya pada seorang penjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Teen FictionKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...