Cinta Seorang Kakak

209 31 3
                                    

Shabir berjalan dengan posisi membungkuk. Ia menelusuri renruntuhan tersebut secara seksama. Kedua matanya tidak pernah berhenti melihat sesuatu yang ditemukannya.

Seorang suami istri yang sedang bersembunyi di balik reruntuhan tembok membuatnya diam sekejap. Sadiah kembali merasuki pikirannya dan seakan tidak pernah mau menghilang.

"Ada apa Shabir?" tanya temannya sembari mendekat.

Shabir menatap ke belakang dan tersenyum tipis, "Tidak ada apa-apa."

Ia kembali berjalan dan memerhatikan setiap apa yang mungkin bersembunyi di sana. Temannya itu masih setia mengikuti Shabir meskipun harus berjalan hati-hati ketika menginjak rerentuhan yang mungkin saja bisa menjerat kakinya.

Kakinya melangkah dan melompat hingga mejauh dari area reruntuhan. Ia mendekat pada sebuah tembok yang tersusun dari batu-batu besar dan menemukan Shela di sana.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" ucapnya kemudian bergegas dan memangku Shela yang sedang duduk dengan memainkan tanah.

Saat itu Sizan sudah kembali pada posisinya untuk menembak. Ia membidik jalanan yang sepi hingga sebuah tangan yang memegang pundaknya membuatnya terkejut.

"Ada apa?" tanyanya pada Zehhad yang baru saja datang.

"Sepertinya sudah aman, kita bisa pergi dari sini kan?" Zehhad melemaskan lengan kirinya yang terasa pegal.

"Aku tidak terlalu percaya dengan keadaan aman. Lebih baik kita keluar pada malam hari... Oh iya Zehhad, tadi pamanmu datang. Dia mencari Shela."

"Paman? Di mana dia sekarang?"

"Sepertinya dia sedang mencari Shela."

Dengan segera Zehhad memutar tubuhnya dan berjalan menginjak reruntuhan hingga akhirnya sampai di tempat terakhir ia meninggalkan Shela.

"Aku tidak mau paman!"

Mendengar suara Shela yang diiringi rengekan kecil membuatnya bergegas untuk menemui ke-tiga orang yang berada di balik tembok itu. Lengan kirinya masih disembunyikan hingga akhirnya sebuah pemandangan yang tidak sedap membuat Zehhad tidak bisa menatapnya tidak lama.

"Paman!" ucapnya kemudian berlari hendak menyalami tangan Shabir namun Shabir malah mendorong tubuhnya. Ia pun terjatuh di samping topi baret milik Shela.

"Paman! Turunkan aku! Aku hanya ingin bersama kakak, paman jahat!" ketus Shela sembari menarik janggut Shabir berulang-ulang.

"Pergi! Awasi jika ada yang datang," ucap Shabir pada temannya.

Temannya itu mengangguk dan pergi meninggalkan mereka. Shabir terkekeh kecil melihat wajah Zehhad yang begitu malang. Ia tidak suka dengan anak itu. Karena sejak awal ia tidak pernah mau menjadikan Zehhad sebagai anaknya.

"Diam Shela!" ucapnya sembari menarik tangan Shela agar menjauh dan tidak menarik-narik janggutnya lagi.

Zehhad mengambil barang-barang yang ada di dekatnya. Ia berdiri tetap dengan lengan kirinya yang disembunyikan. Kedua matanya menatap Shabir dengan penuh perhatian.

"Kali ini kau melakukan hal yang sama pada adikmu. Kau meninggalkan dia di sini, sendirian. Bagaimana jika dia ditangkap mereka? Apakah kau bisa membawanya dengan selamat?!!!" bentak Shabir membuat Zehhad dalam posisi yang hilang harapan.

"Maafkan aku paman." Zehhad menunduk dan menatap barang-barang di tangan kanannya.

"Kenapa kau menyembunyikan tanganmu?" ujar Shabir tanpa mendapat balasan. "Oh....!!! Kau menyembunyikan senapan di sana ya? Kau akan menembakku kan?"

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang