Shabir tidak menyangka kejadian seperti itu akan dialami langsung oleh dia sendiri. Ia menatap Zehhad, lantas menggerakkan tangan kanannya dan menetap di punggung Zehhad.
"Maafkan paman," ucapnya penuh dengan rasa penyesalan.
Zehhad tersenyum, "Aku selalu memaafkan paman."
Baru saat itu Shabir menyadari bahwa pemikiran tentang Zehhad yang selama ini ia sembunyikan ternyata salah. Anak laki-laki itu terlalu baik hati, ia tidak pernah menyangka semuanya akan tetap seperti dulu. Zehhad yang pertama kali ia kenal.
Shabir melepas tangannya dan berjalan menghampiri seorang pria yang sudah tidak dapat membuka matanya. Ia berjongkok, memegang tangan pria itu.
"Maafkan aku karena terlambat untuk balas budi. Semoga kau tenang di sana." Shabir mengambil sebuah dompet dari belakang saku celananya dan mengepalkannya pada tangan pria itu.
Sekejap ia menutup matanya, berdoa agar teman baiknya dapat diterima di sisi-Nya. Shabir tidak dapat melakukan apapun sekarang. Teman yang selalu ada dalam setiap keadaan kini telah tiada. Ledakan itu membawa nyawa teman baiknya, ledakan itu membawa semua kebahagiaannya dan ledakan itu membawa, segelintir duka bagi mereka.
"Ayo kita pergi dari sini!" ucap Shabir sembari berdiri dan menatap Zehhad.
"Tidak paman, aku tidak akan meninggalkan Palestina. Aku hanya ingin membuat semua tangis ini mereda. Aku tidak bisa pergi bersama paman, maaf."
"Bukankah tujuanmu adalah bertemu Shela?”
"Itu benar paman, tapi aku tetap tidak akan pergi dari sini. Aku tidak mau melihat semua derita itu mengurung penduduk Palestina. Aku akan berperang di sini, membela tanah air dan agama yang suci."
Shabir menengadah, menatap betapa suramnya warna langit di sana. Harapanya untuk membawa Zehhad dan Shela hilang sekita. Hatinya tertoreh sebuah benda tajam. Ia ingin sekali berteriak dan membuat keadaan hening seketika. Namun, Shabir tidak dapat melakukannya.
"Paman," panggil Zehhad membuat ia kembali menatapnya. "Aku akan membantu paman pergi dari sini jika itu yang paman inginkan."
"Bicara apa kau Zehhad? Paman datang bukan hanya untuk mempertemukan Shela denganmu. Paman datang untuk membawamu pergi bersama Shela."
"Aku tetap tidak akan pergi."
"Jangan keras kepala Zehhad. Paman melakukan semua ini hanya untukmu, untuk Shela juga. Ayolah Zehhad, ikuti saja perintah paman."
Bumph!
Suara ledakan dari arah utara membuat obrolannya terhenti seketika. Zehhad membungkuk, meraih Shela dan menggendongnya. Mata Shabir dan mata bertemu seketika. Menciptakan keadaan yang hening beberapa saat.
"Ayo kita pergi paman!" Zehhad berjalan ke depan dan berhenti ketika sebuah tangan terlentang di depan dadanya.
"Tapi janji, kau juga harus ikut bersama paman."
"Iya, insyaallah aku akan berjanji jika mampu."
Mereka memantapkan langkah. Beberapa orang yang sedang panik ditinggalkannya begitu saja. Suara tembakan dan ledakan tidak pernah berhenti mengisi malam itu. Semua terasa hampa, tanpa ada satupun cahaya bintang yang memancar dari angkasa.
"Berjalan di belakang paman, agar kau tetap bisa melindungi Shela."
Zehhad mengangguk dan menggeser posisinya. Ia mengekori Shabir hingga beberapa menit perjalanan mereka tetap seperti itu. Keringat dan dahaga tidak membuat mereka berhenti untuk berjuang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Novela JuvenilKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...