Pria itu tersenyum manis. Tangan kanannya terulur ke depan, membantu Zehhad untuk berdiri. Mereka berdua saling menukar senyum. Sedangkan Shela hanya menatap keadaan itu dengan bingung.
"Ambil senjatamu!" Pria itu menyodorkan senapan pada Zehhad dan kembali pada posisinya, diam. Tanpa menghilangkan senyum yang sudah terukir.
Zehhad mengangguk dengan senyuman simpul. Ia memangku Shela kembali dan berjalan, memisahakan dirinya pada beberapa orang yang menjaganya. Sesekali ia menyentuh wajah Shela, hanya sekedar menenangkan hati perempuan kecil itu.
Beberapa ledakan terlihat begitu menakutkan. Tepat di depan matanya, Shela melihat beberapa orang terpental karena bom yang dijatuhkan. Beberapa bola kecil pun dilemparkan menggunakan katapel untuk mengelabui para zionis yang menyerang. Asap bertebaran di mana-mana. Tidak jarang, mereka lebih memilih membakar ban yang diambil dari mobil yang telah rusak dan menggelindingkannya pada para zionis yang berlari.
Ramai, bisa dibilang begitu. Ya, ramai dengan asap, teriakan histeris, dan kalimat takbir. Semua itu terasa sangat menyesakan hati. Di tambah setiap hari semua orang harus menghisap asap kotor yang mengisi paru-parunya.
"Ah!" Zehhad terjatuh. Ia tetap mendekap Shela dan menjatuhkan tubuhnya terlebih dahulu sehingga Shela tidak membentur tanah.
"Kau kenapa?" tanya pria itu panik.
Zehhad melepas Shela dan memegang kaki kanannya yang sangat terasa sakit.
"Tenang, tarik napas. Aku akan mencoba mengobatinya tapi ini sedikit sakit."
Pria itu menyimpan senapannya. Ia menekan beberapa titik yang membuat Zehhad berteriak tidak karuan.
"Arrrghh!"
Shela hanya diam menatap kakaknya yang kesakitan. Peralahan ia menggerakan tangan kirinya dan menyentuh wajah Zehhad. Mengelus-elusnya, sama seperti apa yang sering ia terima.
"Kakak_"
Zehhad menatap kedua bola mata Shela dengan sendu. Ia menggerakan tangan kanannya dan mencekal lengan Shela.
"Tidak usah khawatir, kakak tidak apa-apa. Arrghhh!"
Pria itu menggeleng pasrah. Ia kembali meraih senapannya dan menatap nanar Zehhad.
"Zehhad," ucapnya namun terhenti karena tidak bisa melihat Zehhad terus-menerus berteriak.
Ia berdiri, memasang kedua kaki yang berdiri pada satu tumpuan. Perkahan langkah kecil itu menggring ia untuk segera pergi.
"Paman!"
Pria itu menghentikan langkahnya.
"Kau akan pergi ke mana?"
"Aku, akan mencari perawat untukmu. Tunggu di situ, aku akan segera kembali."
Pria itu bergegas untuk segera pergi. Zehhad menatap kepergiannya yang hilang di antara kepulan asap. Ia menarik napas terpaksa, kemudian menatap langit yang tidak begitu terlihat indah.
"Arrghh….!"
"Kakak."
Zehhad menoleh pada Shela. Ringisan kecil mengakhiri erangannya. Ia tersenyum meskipun sedikit sulit untuk dilakukan.
"Tidak usah khawatir Shela, kakak akan segera sembuh." Zehhad kembali meringis. "Bagaimana dengan hafalanmu? Kamu sudah menghafal apa yang kakak pinta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Fiksi RemajaKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...