Pria itu menyingsingkan lengan jas yang terlalu panjang. Ia segera duduk di depan sebuah meja bundar dan sedikit berpikir di sana. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk permukaan meja dan senyuman seringai terlihat di wajah kejamnya."Pak, Anda tidak perlu khawatir dengan apa yang baru saja terjadi," ucap pria berjas biru menghampirinya.
"Aku tidak akan menyerah, tetapi karena dia… semua renacanaku berhasil terbongkar. Pasti anak itu dikirim sebagai mata-mata agar bisa mengetahui rencana kita."
"Jangan langsung menyimpulkan dari luarnya saja pak, lebih baik kita interogasi dia. Kita gali apa yang dia tahu tentang negaranya, maka dari sana kita akan mudah membobol pertahanan mereka."
Pria itu berhenti mengetukan telunjuknya. Ia menatap seseorang yang membuatnya dapat tersenyum penuh kemenangan.
"Ide yang bagus."
Senyumnya seakan mengarah pada besarnya kejahatan yang akan terjadi. Ia mengedarkan pandangannya pada hal lain dam berpikir sejenak untuk melakukan apa saar interogasi dengan tawanannya.
"Pak,"
"Iya, kenapa?"
"Apakah aku harus membawanya ke sini?"
"Tidak perlu, aku akan melakukan interogasi dengannya di sana."
"Pak, dengarkan aku. Jika kau melakukan interogasi di sana, mungkin kesempatan untuk mendapatkan jawaban sangat kecil. Di sana dia dikurung bersama temennya, kita harus melalukan pemisahan agar informasi dapat diterima dengan baik. Bisa saja kan, mereka berdua saling menyembunyikan?"
Pria itu diam sejenak. Ia berdiri dan berjalan menghampiri sebuah pintu yang tertutup. Tangan kirinya memegang kenop pintu, "Baa dia ke sini!" ucapnya kemudian masuk ke dalam ruangan itu.
Pria dengan jas biru itupun tersenyum licik. Ia memutar tubuhnya dan melangkah dengan cepat menuju tempat Zehhad dan pria yang membantunya ditawan.
Sebuah tali tambang yang mengikat lengan dan kain putih yang menyumpal mulut menyambutnya. Zehhad terikat di sana, berbelakangan dengan pria yang menolongnya.
"Bawa dia dan ikuti aku!" titahnya pada beberapa penjaga yang berada di sana.
"Baik!"
Seorang penjaga mengangkat topinya sedikit dan melepaskan tali yang mengikat tubuh Zehhad pada tiang. Zehhad kembali dipaksa untuk berjalan. Tangan kanannya tergantung di sisi pinggang, terikat dengan tali baru yang mereka ikatan.
Senapan itu terus mendorongnya tanpa henti. Zehhad dapat merasakan betapa kesalnya ia diperlakukan seperti seorang budak. Tawananan saja tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu, namun Zehhad malah sebaliknya.
"Pak, aku sudah membawanya," ucapnya pada pintu yang tertutup.
Seseorang keluar dari dalam ruangan itu. Pintunya ditutup perlahan dan ia melangkah menuju Zehhad. Para penjaga itu mendorong kepala Zehhad dengan ujung senapan sehingga membuatnya terjatuh dan bersujud di depan pria itu.
"Berdirkan dia!" titahnya yang serentak mendapatkan sebuah perhatian.
Seorang penjaga menarik senapannya dan membantu Zehhad untuk berdiri. Tetapi sekarang Zehhad benar-benar lemas. Kedua kakinya tidak sanggup lagi untuk diajak berdiri. Ia lemah, dalam keadaan yang memprihatinkan.
"Maaf pak, dia tidak mau berdiri," ucap penjaga itu merasa khawatir.
"Ya sudah, biarkan saja." Pria itu menatap Zehhad.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Novela JuvenilKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...