Belum Sempurna

136 25 4
                                    


     Wajahnya bergetar sesaat. Telunjuknya mengarah pada dua penjaga yang membuat penolong itu kini tidak dapat bergerak. Sudut bibir kirinya menyungging ke atas. Matanya berdelik, menatap penolong yang sedang terbelenggu.

       "Sepertinya kau mengetahui tentang anak itu," pekiknya dengan sedikit melotot.

       Penolong itu menatap ke arah Zehhad. Kepalanya mendongkak dan menggeleng tak tentu arah.

     "Ti-tidak, aku tidak mengenalnya."

     "Bohong!" Pria itu menyuruh penjaganya menumbuk rahang penolong hingga ia kesakitan.

     "Apa susahnya untuk bicara? Jika kau tetap bergeming, maka seperti ini. Ya… Penjaga-penjaga akan terus menyiksamu." Ia menarik napasnya sebentar. "Jadi, katakan siapa anak laki-laki itu dan kenapa dia datang ke sini?!"

      Penolong itu menoleh pada Zehhad. Perlahan bibirnya bergetar dan mengeluarkan beberapa kalimat dari dalam mulutnya, "Dia anakku."

      Kedua mata Zehhad membelalak kaget. Ia tidak mengerti sekaligus merasa aneh dengan sikap pria penolong itu. Mengingat mereka berdua baru saja bertemu kemarin, tetapi pria itu? Dia mengatakan Zehhad adalah putranya. Sebenarnya siapakah pria itu? Apakah mungkin ayah kandungnya?

      "Aku yang mengajak dia datang ke sini, aku ingin melihat semua rencanamu gagal." Ia terkekeh mencoba mencibir pria yang bersikap seperti raja itu.

      "Penggal dia!"

      "TIDAK!" Zehhad berusaha dengan sekuat tenaga untuk lepas hingga akhirnya dapat menemui pria itu dengan tenang.

      "Aku tidak akan membiarkan mereka melakukan itu paman," gumamnya pelan.

      Pria itu tersenyun simpul, "Biarlah aku mati dengan cara yang terhormat. Kau layak untuk tetap hidup dan aku sudah tua, sudah waktunya untuk pergi."

       "Paman, jangan berkata seperti itu. Aku akan menolongmu."

        "Tidak bisa Zehhad."

        "Aku tidak akan membiarkan semua ini terjadi, jika paman tiada, siapa yang akan membantuku?"

        "Mendekatlah," pria itu membisikan sesuatu ke telinga Zehhad.

       "Saat aku dibawa pergi, kau berlari dari sini dan cepatlah pergi ke Palestina. Bawa kabar buruk yang telah kau dengar."

        Zehhad menggelengkan kepalanya dan menatap pria itu tidak percaya, "Aku akan pulang membawa kabar baik, aku tidak mau jika rakyat Palestina akan semakin terpuruk dengan berita yang aku bawa, aku akan membawa berita baik. Bersama paman."

        "Kalian sedang merencanakan sesuatu?" sela pria pelempar tongkat itu.

        Beberapa penjaga datang dan memisahkan mereka. Wajah-wajah itu kembali pada tatapan utama, yaitu pria pelempar tongkat.

        "Kali_"

       "Pak!" Pria ber jas biru itu berjalan ke depan dan berbicara pelan dengannya.

       "Sepertinya metode ini tidak akan berhasil pak, lebih baik kita bebaskan saja mereka. Kita pulangkan mereka ke tempat asalnya."

       "Hah? Tidak! Aku tidak akan membiarkan penyusup lari dari perangkapku."

      Pria berjas biru itu berbisik pelan membuat dia tersenyum seketika. Otaknya memang kalah pintar dari pria pemakai jas biru itu. Hebat, satu kata itu yang akhirnya membuat hatinya terasa berbunga-bunga.

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang