Sepotong Roti Cane

175 32 4
                                    

Awan bergerak dan memuai pada posisinya. Mentari tersenyum ketika kegelapan dapat diusirnya. Terlebih ketika melihat Zehhad dan Shela.

Zehhad masih tersenyum sambil sesekali matanya menatap ke depan, mengawasi para zionis yang akan datang ke sana. Lengan kirinya masih bersembunyi di balik punggung. Tidak sekalipun diperlihatkan agar Shela tidak mengkhawatirkan dirinya.

Tetapi sekarang wajahnya berubah. Senyum itu sedetik sirna karena lengan kirinya berdenyut dengan sangat kuat. Ia kembali pada posisinya. Melepas pelukan itu namun Shela terasa sangat sulit untuk dilepaskan.

"Ini apa kak?" tanyanya kemudian menekan lengan kiri Zehhad yang serentak mendapatkan sebuah dorongan.

"Ma-maaf telah mendorongmu," ucap Zehhad getir.

Lengan kirinya itu masih bersembunyi di balik punggung. Zehhad tersenyum namun Shela hanya diam saja. Mereka berdua saling tatap berusaha untuk mempertahankan apa yang diinginkannya.

"Kemarilah!" Zehhad mengulurkan tangan kirinya untuk mengajak Shela kembali padanya.

Tetapi Shela hanya diam saja. Ia menatap nanar senyum Zehhad. Sungguh, sekarang ia benar-benar penasaran dengan apa yang Zehhad sembunyikan.

"Kenapa kakak menyembunyikan?" tanya Shela polos, tidak tahu bahwa yang sebenarnya sangatlah menyakitkan.

"Kak_"

"Oh Shela!" ucap Sizan membuat Zehhad tidak melanjutkan bicaranya.

Sizan berjalan mendekat pada Shela. Ia berjongkok untuk menyesuaikan tinggi badan perempuan kecil itu. Sesekali matanya berdelik dan membuat Shela tidak mengerti.

"Zehhad sedang menyembunyikan sesuatu darimu!"

Zehhad yang sedari tadi duduk lekas menghampiri Sizan. Ia takut jika temannya itu akan mengatakan bahwa sesuatu yang buruk telah menghilangkan tangan kirinya.

Sebuah tangan merentang dan menghalangi Zehhad. Sizan masih menatap Shela dengan senyumnya yang manis. Ia berdiri, mengalungkan lengan kirinya pada leher Zehhad dan menariknya berulang-ulang.

"Zehhad mempunyai kejutan yang besar untukmu!"

Zehhad melepas lengan Sizan yang bertengger di bahunya dan berdiri menatap Shela. Tangan kanannya kembali terulur namun Shela hanya bergeming. Perempuan kecil itu diam pada posisinya. Kedua bola matanya menatap dua lelaki itu silih berganti.

Bumph!

Suara ledakan bom itu membuat mereka semua dalam ke adaan biasa. Mereka mengalihkan pandangan pada beberapa mobil yang terbakar api. Warna merah menyala itu sepertinya tidak akan pernah menghilang, kecuali dipadamkan dengan paksa.

"Lari!" ucap pria yang tidak sabaran itu ketika melihat beberapa mobil yang ditumpangi zionis terarah pada mereka semua.

Dengan sigap Zehhad meraih tubuh kecil Shela dan berlari menjauhi tempat itu. Sizan masih bersiaga dengan mengikuti rombongan dari belakang sedangkan tentara dipihaknya itu memimpin perjalanan.

Suara tembakan terdengar memekakkan teling. Shela menatap ke belakang, melihat Sizan yang fokus memegang senapannya. Ia menaikan tubuhnya dan melihat lengan kiri Zehhad yang terbungkus perban. Ia mengerjap, merasakan sesuatu yang akan sulit untuk diucapkan.

Bumph!

Sebuah ledakan di depan mereka menghentikan langkah mereka. Tentara itu mendekati Sizan dan dengan panik mengucapkan beberapa kalimat yang sulit untuk dicerna.

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang