Sinar mentari itu menggelitik perlahan wajahnya. Tangan mungilnya terangkat dan mengusap kelopak matanya. Ia duduk di samping makam dan membuka penglihatannya. Perlahan kakinya melangkah meninggalkan area pemakaman. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan sudah berapa jauhkah ia berjalan.
Tatapannya kembali terarah ke depan. Ia melangkah dengan sangat pelan, melihat satu-persatu penduduk Punjabi yang berlalu-lalang. Ia terdiam, sekedar untuk bertanya di manakah ia saat ini.
"Pama, bisa tolong antarkan aku pulang?" Tangannya yang mungil menarik lengan jas seorang pria yang berjalan sembari mendengarkan suara dari teleponnya.
"Tidak. Pergi sana!" Pria itu menarik tangannya yang dipegang Shela dan melanjutkan perjalanan.
Shela memutar bola matanya perlahan. Mencari sesuatu untuk bisa membuatnya pulang. Tangannya dibanting ke samping pinggang dan ia melangkahkan kedua kakinya menghampiri pedangang es-krim di depan sebuah pohon pinus.
"Paman," ucapnya membuat pria penjual es itu terpogoh-pogoh mengeruk es-krim dari dalam wadahnya untuk diasongkan kepada pembeli.
"Ada apa?" tanyanya tetap sibuk meladeni pembeli.
Shela diam menunggu semua pembeli itu pergi. Ia menunduk sambil sesekali matanya berdelik memerhatikan tubuh di depannya yang mulai menghilang. Hingga akhirnya semua pembeli itu pergi dan hanya meninggalkannya dengan penjual es-krim.
"Aku boleh meminta es-krimnya?" ucapnya terdengar penuh keraguan.
"Argh... Tidak ada es-krim gratis untukmu. Pergi sana!" Pria penjual es-krim itu menghampiri Shela dan mendorongnya.
Shela menatap nanar penjual es-krim itu yang pergi menggunakan sepedanya. Tangannya bergerak memegang perut yang terasa lapar sekali. Shela kembali berjalan dengan pelan menyusuri trotoar yang semakin jauh daru rumah neneknya.
Tangan kirinya ia lepas dan menggantung di sisi pinggang. Sedangkan tangan kanannya memegang perut yang terasa sakit sekali.
Akhirnya sebuah toko roti membuatnya diam pada posisi diterangi sinar matahari. Perlahan kakinya melangkah dan masuk ke dalam toko itu. Senyum di bibirnya kembali merekah saat aroma roti yang dibungkus daun pandan menggoda seleranya.
Shela menghampiri sebuah case yang berisi banyak sekali roti. Tangan kirinya mengambil sebuah roti yang cukup besar tetapi tangan kanannya masih dalam posisi yang sama.
"PENCURI!" teriak seorang pria yang duduk dibalik layar monitor.
Sontak semua orang yang ada di sana menoleh padanya. Shela menyimpan roti itu kembali pada tempatnya dan berlari keluar. Beberapa orang mengejarnya hingga akhirnya tubuhnya yang kecil terangkat menahan angin yang berhembus."Lepaskan aku paman!" berontaknya.
Mereka semua menertawakan Shela yang tertangkap. Jam kehidupan Shela sekarang sudah ditangan mereka. Mereka bahagia sambil sesekali meneriakinya sebagai 'Pencuri'.
"Lihatlah pencuri kecil ini, sangat polos dan tidak bisa berlari...!!!" ucap seorang pria yang mengangkat Shela.
Lagi-lagi mereka tertawa dan membuat jantung perempuan kecil itu berdetak kencang. Ia menggerakkan kedua tangannya untuk melepaskan tangan dari tubuhnya. Tetapi itu tidak berhasil dan hanya membuatnya lelah.
"Hem.... Hukuman apa yang akan kita berikan padanya?" ucap pria itu kembali.
"Suruh saja melakukan kegiatan bersih-bersih di toko," sahut pria yang satunya lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Teen FictionKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...